TRIBUNNEWS.COM – Wali Kota Semarang Hevyarita Gunarianti Rahio atau Embak Ita ditangkap karena dugaan korupsi di Pemerintahan Kota (Pemkot) Semarang.
Diketahui, Mubak Ita dan suaminya, Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah, Alun Basri, menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mbak Ita pun diketahui tengah mempersiapkan diri menghadapi Pilkada 2024.
Sebelumnya, ia mendapat saran dari partainya, PDIP, untuk kembali mencalonkan diri di Pilwalkot Semarang 2024.
PDIP banyak dikritik karena penanganan tuduhan korupsinya.
Ketua DPP PDIP, Didi Yeori Hantero Setoros, untuk memenangkan pemilihan pimpinan, menganalisis singkatnya kekuatan politik dalam mengusut dugaan korupsi di Pemkot Semarang.
Didi mengatakan, dari sisi penegakan hukum, PDIP menghormati langkah KPK.
Namun, dia membantah ada urgensi kasus penyidikan yang dilakukan KPK.
Sebab masih ada kasus lain yang lebih besar.
Didi, Kamis (18/7/2024), mengatakan, “Kita tidak bisa mengatakan akan memblokir sistem hukum, tapi sebagai warga negara kita akan mendukung sistem hukum.”
“Iya, kami akan tetap dukung sistem hukumnya, tapi yang kami tanyakan misalnya kasus timah di Banka yang nilainya ratusan miliar, tapi persoalan ini lebih penting dari itu.”
Didi juga mengatakan, kasus Mbak Ita perlu segera diusut oleh Badan Pemberantasan Korupsi.
Selain itu, kata Didi, KPK sedang mengusut kasus tersebut menjelang pemilihan kepala daerah (Palakada) pada 2024.
Ia menambahkan, “Saya tidak bisa bilang PDIP menganggapnya politis, tapi nuansa politiknya kuat, kalau dilihat waktu dan tempat, betul.”
Periksa dengan melacak deposit
Di sisi lain, Politikus PDIP Guntur Rumli menduga pimpinan KPK saat ini mempunyai dugaan pencucian uang atas nama Mubak Ita sebagai orang –dugaan korupsi– sebelum masa jabatannya berakhir.
“Jangan sampai ada kesan menguangkan akhir masa jabatan Ketua KPK saat ini. Atau ada motif politik di balik KPK menjelang Pilkada,” ujarnya. Katanya, Kamis (18). ). /7/2024).
Meski demikian, Guntur Rumli juga mengaku tetap menghormati konstitusi yang berlaku saat ini.
Namun dia meminta komisi antirasuah tetap menjaga prinsip tidak bersalah.
“Kami menghormati supremasi hukum, tapi kami juga akan menerapkan prinsip jual beli mandiri yang bersih,” ujarnya.
Selain itu, Guntur Rumli juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak melakukan pemungutan suara terhadap kasus tersebut.
Ditolak KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tidak ada keuntungan politik di balik pengusutan dugaan korupsi di Pemkot Semarang.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sogyarto mengatakan survei saat ini sangat dekat dengan pemilukada (Palakada) 2024 mendatang.
Tessa, Jumat (19/19) mengatakan, “Jika pekerjaan (survei) dan pertanyaan terkait atau konsisten dengan apa yang dinyatakan sebagai daerah pemilihan utama, itu adalah suatu kebetulan yang tidak dianggap politis.” 7/2024). Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tessa Mahardika Sogiarto (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama).
Tessa menjelaskan, bukti yang ditemukan saat ini sudah cukup.
Oleh karena itu, timnya segera memutuskan untuk mengambil kasus tersebut untuk diselidiki.
“Kalau ada anggota yang menganggap ini ada hubungannya dengan politik, kami dan KPK bilang tidak ada hubungannya,” kata Tessa.
Dua bulan sebelum sidak di Kantor Pemkot Semarang, Mbak Ita diketahui mengembalikan formulir pendaftaran pimpinan daerah di kantor DPC PDI Perjuangan (PDIP) Kota Semarang pada Sabtu (18/5/2024).
Sebanyak tiga kasus sedang didalami penyidik KPK Pemkot Semarang.
Dugaan korupsi pertama kali muncul pada tahun 2023-2024 pada pengadaan barang atau jasa di Pemerintah Kota Semarang.
Setelah itu, juga terjadi kasus penggelapan pejabat kota dalam upaya pemungutan pajak dan pajak daerah di kota semarang.
Dan dugaan penerimaan uang pada tahun 2023 sampai dengan tahun 2024, kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (17/7/2024).
Tessa belum merilis rincian mengenai tiga kasus yang sedang berjalan.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Ilham Rian Pratama/Yohannes Liestyo)