TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa mempertanyakan kebijakan mantan CEO PT Timah Riza Pahlevi terkait program 030 yang menerima pengambilan bijih besi ilegal di Bangka Belitung.
Riza Pahlevi menjelaskan, rencana ini dilakukan karena aktivitas penambangan liar di Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah di Bangka Belitung sudah tidak bisa diselesaikan lagi.
Hal itu disampaikan Riza Pahlevi dalam kasus dugaan korupsi tata niaga barang timah di Pengadilan Kriminal (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (7/10/2024).
Ia memberikan kesaksian kepada Kepala Dinas (Kadis) ESDM Provinsi Bangka Belitung Amir Syahbana, Suranto Wibowo dan Wakil Kepala Dinas ESDM Babel Rusbani.
“Apakah saksi mengeluarkan program 030? Program apa yang dikeluarkan saksi?”
Riza menjelaskan, program tersebut untuk menghemat stok bijih timah agar bisa dipasang IUP PT Timah. Dari IUP PT Timah hingga PT Timah.
“Ini yang namanya perlindungan, siapa yang dilindungi,” kata jaksa dalam persidangan.
Jadi kalau ada penambangan liar, aparat keamanan kita datangi. Setelah itu, kaleng-kaleng yang disita itu kita tangani dan berikan ganti rugi, jawab Riza.
Jaksa kemudian menanyakan dasar ganti rugi yang diberikan PT Timah.
Riza menjawab, ganti rugi tergantung kadar dan berat total volume besi yang diambil.
“Dari program ini, penambang liar tidak ditangkap melainkan mendapat ganti rugi. “Bukankah semakin menambah jumlah penambang liar,” tanya jaksa.
“Sebenarnya awalnya kita yang memegang kendali, mulai dari sosialisasi secara persuasif. Dicetak, barang diambil, ditahan, lalu dua sampai tiga minggu dikembalikan. Karena sudah berulang kali menimbulkan konflik. ,” jelas Riza Pahlevi.