Laporan reporter Tribunnews.com Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif VII DPR RI Mulyanto meminta pemerintah terus melaksanakan rencana tahap pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) agar dapat dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
Selain itu, Badan Energi Atom Internasional siap memberikan dukungan penuh bagi pelaksanaan rencana ini.
Mulyanto mengatakan IAEA siap mendukung pelaksanaan pembangkit listrik tenaga nuklir pertama di Indonesia dengan sistem bantuan yang tersedia, termasuk pada tahap awal berdirinya NEPIO (Badan Pelaksana PLTN).
Pemerintah, kata Mulyanto, harus bisa memaksimalkan dukungan internasional untuk menyukseskan program transisi energi nasional yang saat ini masih didominasi bahan bakar fosil.
Selain itu, kami juga fokus dan konsisten agar proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir pertama di Indonesia benar-benar bisa menjadi kenyataan, kata Mulyanto saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (8/5/2024).
Mulyanto menjelaskan, IAEA menilai Indonesia sudah berada pada tahap pertama program NPP, yaitu tahap perencanaan strategis. Jika fase ini ditanggapi serius, dibutuhkan waktu 10-15 tahun untuk membangun PLTN hingga siap digunakan.
“Hal ini masih sesuai dengan jangka waktu yang ada saat ini, dimana Indonesia berencana mengoperasikan PLTN pada tahun 2035,” kata Mulyanto.
Sementara terkait pemilihan jenis pembangkit listrik tenaga nuklir, IAEA sendiri menyerahkan sepenuhnya pada kepentingan Indonesia. Mulyanto memperkirakan Indonesia perlu membangun pembangkit listrik tenaga nuklir dengan kapasitas minimal 1.000 MW per unit untuk menggantikan pembangkit listrik baseload yang sudah beroperasi sebelumnya.
“Yang kita perlukan tentu saja jenis reaktor yang sudah ada, APWR (advanced pressed water Reactor) atau ABWR (advanced Boiling Water Reactor), bukan reaktor eksperimental apalagi reaktor berdaya kecil. untuk daya tertinggi masih dimungkinkan. “Penggunaan listrik dari sinar matahari atau sumber angin yang terputus-putus,” jelas Mulyanto.