Laporan jurnalis Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Aktivitas manufaktur di pabrik-pabrik China turun selama lima bulan berturut-turut seiring berlanjutnya kontraksi tajam yang sempat turun pada bulan September.
Industri manufaktur Tiongkok menyusut menjadi 49,3 pada September 2024 dari 50,4 pada bulan sebelumnya, menurut data Indeks Manajer Pembelian (PMI) Tiongkok.
Angka tersebut menunjukkan industri manufaktur Tiongkok masih berada pada level ekspansi atau di bawah 50.
Produsen Tiongkok mengaitkan penurunan tersebut dengan perlambatan ekonomi yang berkepanjangan dan munculnya krisis real estat sebagai penyebab melemahnya permintaan domestik.
Hal ini menambah kekhawatiran pasar Tiongkok yang belakangan ini tertahan akibat embargo AS dan UE terhadap ekspor kendaraan listrik Tiongkok.
Untuk mengurangi kerugian yang semakin besar, sejumlah perusahaan manufaktur di Tiongkok mulai melakukan perampingan di tengah menurunnya beban kerja dan kekhawatiran biaya. Namun cara tersebut sebenarnya belum cukup untuk membawa industri manufaktur keluar dari zona deflasi.
Hal tersebut diungkapkan langsung oleh China Automobile Dealers Association (CADA), dalam keterangan resminya, CADA menjelaskan bahwa dealer mobil China telah menghasilkan kerugian sekitar USD 20 miliar atau sekitar Rp 303,70 triliun selama delapan tahun terakhir.
“Konsumsi yang rendah adalah penyebab kerugian diler,” kata Asosiasi Dealer Otomotif China, “yang terjadi di tengah tingginya tingkat persediaan grosir, yang berarti diler terpaksa menjual kelebihan persediaan dengan harga rendah.” Pemerintah Tiongkok memberikan insentif
Mengantisipasi resesi yang berkepanjangan, pemerintah Tiongkok pada pekan lalu meningkatkan serangkaian upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi negaranya.
Salah satunya adalah upaya Bank Rakyat Tiongkok untuk menurunkan rasio cadangan wajib, atau RRR, yaitu jumlah uang tunai yang harus disimpan oleh bank sebagai cadangan, menjadi 50 basis poin.
Bank sentral juga memangkas tingkat bunga reverse repo tujuh hari menjadi 1,5 persen dari 1,7 persen, yang merupakan pengurangan sebesar 20 basis poin. Penurunan ini akan diikuti dengan penurunan suku bunga kredit pokok (LPR) dan suku bunga deposito.
Bank sentral Tiongkok bahkan menurunkan cadangan minimum bank sebesar 0,5 persen untuk memberikan lebih banyak dana kepada bank dalam bentuk pinjaman. Pemotongan RRR lebih lanjut masih mungkin berlanjut hingga akhir tahun.
Para pemimpin utama Tiongkok, yang dipimpin oleh Xi Jinping, dilaporkan tidak berhenti sampai di situ, menekankan perlunya mendukung kebijakan fiskal dan moneter yang lebih kuat.