Laporan koresponden Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyayangkan pertemuan lima Nahdliyin dengan Presiden Israel Isaac Herzog.
Kunjungan ini dinilai sebagai tindakan seseorang yang tidak memahami geopolitik, kebijakan organisasi PBB, dan perasaan seluruh anggota PBB.
Ketua PBNU Savic Ali mengatakan 5 orang anggota YNK tidak mengatasnamakan organisasinya.
Savic mengatakan dalam keterangan di situs resmi NU, Minggu malam (14/7/2024): “Kami tidak tahu apa tujuannya dan siapa yang mendukungnya. Ini tindakan yang menyedihkan.”
Savić menilai, meski mendapat kunjungan khusus, mereka diakui sebagai warga PBB bahkan aktivis, dan hal ini akan memperburuk citra PBB di mata masyarakat.
Padahal, sikap PBNU dan Nahdliyin hingga saat ini sangat jelas, yakni berpihak pada Palestina dan mengutuk serangan militer Israel.
“Sampai saat ini Israel belum mengakui Palestina dan terus melakukan serangan militer yang memakan ribuan korban jiwa. Israel masih terus menembakkan bom dan peluru ke arah warga Palestina. Korbannya banyak, warga sipil.”
Savic menegaskan, PBNU kini aktif melakukan perundingan dengan Palestina untuk membahas situasi saat ini.
“Kemarin antara Presiden Gus Yahya dan Dubes Palestina tentang perkembangan di Palestina, apa yang bisa dilakukan dalam rangka mendukung kemerdekaan Palestina dan menghentikan kekerasan terhadap rakyat Palestina.”
Terkait sanksi PBNU terhadap WNI yang berkunjung ke Israel, Savic mengatakan PBNU bisa mengungkap terlebih dahulu maksud kunjungan 5 orang tersebut ke Israel.
Jelas kepergian mereka sulit diterima karena melukai perasaan warga Nahdliyin. Warga PBB tidak boleh berangkat ke Israel. Ini adalah tindakan pemahaman geopolitik dan perasaan warga NU.
Sebelumnya, berdasarkan foto yang diterima, Isaac terlihat duduk dengan gaun berwarna biru tua.
Sementara lima tokoh Nahdliyin terlihat berdiri di belakang Ishaq.
Berdasarkan informasi yang diterima, pertemuan tersebut terjadi pada pekan lalu.