TRIBUNNEWS.COM – Penyebab meninggalnya Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat, pada 2016 masih menjadi perdebatan.
Kubu Sarkar Tatar, mantan narapidana kasus Weiner dan Eki, meyakini Weiner dan Eki meninggal karena kecelakaan.
Sementara dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Sarkar Tatar Sunda mengirimkan 10 alat bukti baru.
Ini termasuk bukti foto untuk mendukung teori mereka bahwa Weiner-Eki meninggal dalam sebuah kecelakaan.
Sementara itu, ayah Eki, Inspektur Rudhiana dan anggota keluarga Veena menolak klaim kubu Tatar Sarkar.
Mereka yakin kedua pria itu dibunuh karena tindakan curang.
Dalam hal itu, Hibnu Nugroho, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) mengatakan, dalam hal pembuktian perlu didukung bukti fisik.
Foto memberikan petunjuk, namun diperlukan bukti pendukung lainnya untuk memberikan gambaran utuh bagaimana korban meninggal, ujarnya.
“Dalam alat buktinya harus lengkap, maksudnya apa? Harus didukung dengan bukti fisik yang bisa dijelaskan, karena yang namanya alat bukti itu harus jelas,” kata Shibnu dalam acara Kompas malam. Kompas TV, Kamis (1/8/2024).
Jadi satu-satunya cara foto itu menyampaikan, dan foto itu juga memberi petunjuk. Petunjuk jalannya apa? Ada bukti lain, dukungan lain. Dukungan lain bisa menjadi bukti yang bisa memberikan mosaik lengkap poin a, b, c, jadi ini bisa sepenuhnya terjadi pada korban
“Tapi kalau terfragmentasi, saya kira perlu data-data pendukung lainnya. Pekerjaan yang berat banget kawan, karena itu delapan tahun lalu,” ujarnya.
Shibnu mengatakan berdasarkan hal itu, jenazah Vina dan Eki bisa digali kembali.
Namun penggalian tersebut dilakukan dengan pemeriksaan forensik yang obyektif.
Menurut dia, hasil penggalian bisa menjadi titik awal untuk mengetahui apakah Vina dan Eki merupakan korban pembunuhan atau kecelakaan.
“Kalau begitu, mintalah kuasa hukum untuk menggalinya kembali, karena kalau digali lagi, tapi ada pemeriksaan kesehatan yang obyektif dan tidak tergantung apa-apa, karena ingin melihat dulu apa penyebab kematiannya, apa?” kata Sibnu.
“Karena bisa dilihat meski sudah delapan tahun berlalu, Insya Allah dengan keahlian ahli forensik seperti dari RS Polri, RS Cirebon, RS Jawa Barat, kami berusaha menyelidiki secara mandiri penyebab kematiannya.
“Dalam hal ini penyebab kematian menjadi titik tolak untuk menentukan apakah korban pembunuhan atau korban kecelakaan, namun pengambilan gambarnya masih cukup sulit dan memerlukan data yang lengkap,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, pengacara keluarga Vina, Holtman Parris, menilai kasus Vina dan Ekey adalah pembunuhan, bukan kecelakaan.
Pesan tersebut disampaikan Hotman Paris di Cirebon, Selasa (30 Juli 2024) bersama keluarga Vina dan ayah Eky, Iptu Rudiana.
Ia mengatakan, hasil otopsi menunjukkan mereka meninggal karena benda tumpul dan tidak memiliki ciri-ciri terlibat kecelakaan.
“Di mata hukum, yang diakui adalah otopsi atau otopsi. Di sini dikatakan bahwa kematian itu disebabkan oleh benda tumpul, ada patah tulang di mana-mana. Ini sebenarnya bukan keadaan yang biasa terjadi dalam kecelakaan lalu lintas.” kata Hortmann, yang berbicara di Delhi pada hari Selasa. mengadakan konferensi pers.
Hotman berdalih, bukti foto yang dibawa tim kuasa hukum Sakatatar justru membatalkan usulan PK.
“Karena bukti foto merekalah yang harus membuktikan bahwa dia punya PK sendiri”.
“Karena bukti foto membuktikan bahwa ini bukan kecelakaan.”
“Di mana terjadi kecelakaan mengerikan seperti ini, tulangnya benar-benar bersih, tidak ada goresan di aspal, dan sebagainya,” ujarnya.
Ia menegaskan, keluarga Wei Na dan kuasa hukumnya tetap berpegang teguh pada keputusan pengadilan yang menyatakan kasus tersebut adalah pembunuhan.
Ia mengatakan, “Keluarga Vina dan kuasa hukum kami tetap bersikukuh bahwa yang terjadi adalah tindakan penganiayaan yang mengakibatkan kematian, atau pembunuhan berencana dan pemerkosaan pada Selasa (30/7/2024), di Wells, dalam konferensi pers yang digelar bersama Hotman. tim 911 di sebuah istana di Kota Cirebon, Irjen Rudyana akhirnya tampil di hadapan publik di Cirebon. (Tribuntirebon.com/Eki Yulianto) PK Saka Tatal Rengsé
Sementara itu, sidang PK yang disampaikan Saka Tatal resmi berakhir pada Kamis (1/8/2024) pukul 15.00 WIB.
Rangkaian sidang yang digelar sejak Rabu (24 Juli 2024) di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon diakhiri dengan penandatanganan berita acara.
Sarkar Tatar dan keluarganya tampak lega setelah sidang PK berakhir, lapor TribunJabar.id.
Saka keluar dari Pengadilan Negeri Cirebon sambil tersenyum.
Ia disambut oleh para pendukung setia yang mengikuti proses tersebut.
Sarkar kemudian berharap usulan PK tersebut bisa disetujui.
“Mungkin ini waktunya, ini takdir. Saya bersedia melakukan apa pun demi kebenaran.”
“Saya berharap PK ini diterima,” kata Saka Tatal, Kamis.
Belakangan, salah satu kuasa hukum Sarkar Tatar, Farhat Abbas, mengucapkan terima kasih dan berharap kliennya mendapat keadilan.
Saya berdoa semoga kenyamanan dan keadilan segera terwujud, kata Farhat.
Mengingat narapidana lain sedang bersiap mengajukan PK, ia pun menyemangati teman-temannya.
“Saya berharap teman-teman tetap semangat, dan ada lima orang lagi yang melanjutkan kompetisi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Farhat Abbas menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang mendukung upaya hukum ini.
Terima kasih kepada Pengadilan Negeri Cirebon, jaksa dan hakim yang telah memfasilitasi proses ini, kata Farhat.
Diketahui, hasil persidangan tidak akan diputuskan langsung oleh Pengadilan Negeri Cirebon, melainkan akan dilaporkan ke Mahkamah Agung (MA) oleh majelis hakim yang dipimpin Rizka Yunia. Namun, belum diketahui secara pasti kapan sidang hukuman akan digelar.
Artikel ini sebagian dimuat di TribunJabar.id dengan judul: Sidang PK Saka Tatar di Pengadilan Negeri Cirebon Berakhir, Farhat Abbas mengucapkan terima kasih: Semoga keadilan ditegakkan. .
(Tribunnews.com/Deni)(TribunJabar.id/Eki Yulianto)