Lingkungan Jadi Korban Ketika Berebut Minyak Sawit Antara Bahan Bakar atau Pangan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Peningkatan bauran energi hijau di industri minyak tidak memberikan dampak positif terhadap upaya pemerintah dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.

Faktanya, menambahkan minyak sawit mentah (CPO) ke dalam campuran akan meningkatkan pasokan CPO yang digunakan untuk minyak goreng.

“Pada periode 2018-2022, produksi CPO untuk penggunaan biodiesel dalam negeri mengalami peningkatan. “Tetapi permintaan CPO di sektor pangan tidak mengalami penurunan,” kata Tommy Ardian Pratama, Managing Director Traction Energy Asia saat peluncuran laporan kerja Pemodelan Dampak Penggunaan CPO di Indonesia: Antara Permintaan Pangan dan Bahan Bakar. di Jakarta (7/11/2024).

Laporan penelitian oleh Traction Energy Asia ini menunjukkan bahwa penggunaan minyak sawit mentah sebagai bahan utama dalam produksi energi ramah lingkungan seperti biodiesel menimbulkan kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap sektor pangan, yang dapat mendorong perluasan perkebunan kelapa sawit untuk mendukung hal tersebut. . terhadap lingkungan, peningkatan deforestasi dan emisi karbon, terutama dari pabrik kelapa sawit yang melepaskan metana.

Pemerintah telah melaksanakan program regulasi biodiesel sejak tahun 2018. Percepatannya dilaksanakan dengan diperkenalkannya B30 pada tahun 2020.

Mulai tahun 2023, B30 meningkat menjadi B35 yang berarti kandungan biodiesel meningkat dari 30 persen menjadi 35 persen bila dicampur dengan solar konvensional.

Hal ini sejalan dengan pengumuman pemerintah untuk terus meningkatkan kandungan minyak nabati sebagai bahan bakar.

Menurut Firmansyah, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro, pertumbuhan ladang minyak diperkirakan mencapai 1% – 1,74% berdasarkan data historis melalui eksploitasi atau konversi lahan dari hutan menjadi pertanian.

“Kebijakan pencampuran biodiesel seperti B30 dan B35 dapat menyebabkan kelangkaan minyak sawit mentah di masa depan jika lahan yang digunakan untuk menanam kelapa sawit terbatas, sehingga akan segera terjadi kekurangan minyak sawit mentah untuk pangan, ” katanya. .

Sebagai salah satu minyak nabati yang paling banyak digunakan di dunia, CPO berperan penting dalam produksi pangan. Data Departemen Pertanian AS (USDA) memperkirakan produksi minyak sawit mentah Indonesia mencapai 45,5 juta ton pada musim 2022/2023.

Tingkat produksi tersebut menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak sawit mentah terbesar di dunia.

Faktanya, total produksi Indonesia pada tahun 2019 melebihi perkiraan USDA.

Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi minyak sawit mentah mencapai puncaknya pada tahun 2019 sekitar 47,18 juta ton.

Tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan, namun produksinya tetap tinggi, antara 46-47 juta ton.

Data terakhir pada tahun 2022 menunjukkan produksi minyak sawit mentah mencapai 46,73 juta ton.

Menurut GAPKI, produksi minyak sawit mentah Indonesia tetap tinggi meski Uni Eropa melarang penggunaan minyak sawit untuk biodiesel pada tahun 2019. Sejak saat itu, harga minyak sawit mentah dunia justru anjlok.

Hal ini berdampak pada nilai ekspor Indonesia pada tahun 2019 yang berjumlah sekitar USD 15,54 miliar. Dibandingkan tahun lalu, jumlahnya sekitar 17,9 miliar USD.

Pada tahun 2022, total ekspor Indonesia mencapai 26,22 juta ton dengan nilai free-on-board (FOB) sebesar US$15,97 miliar.

Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan harga minyak sawit mentah di dunia yang merupakan hasil dari upaya dalam konteks minyak sawit mentah di Indonesia.

Tiga bidang fokus utama CPO adalah industri makanan berbahan bakar minyak yang kompleks, industri oleokimia yang kompleks, dan industri biofuel.

Menurut Ardi Adji, dosen dan peneliti Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, perluasan lahan bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan pasokan minyak sawit mentah.

“Tidak perlu terus memperluas lahan, tapi bisa juga dengan meningkatkan hasil petani dan menata pasar. Populasi petani di Indonesia cukup beragam. Lebih dari 10 juta petani kelapa sawit perlu dibantu untuk meningkatkan produksi tanpa menambah lahan. “Misalnya bibit dan bunga yang berkualitas, akses kredit dan pengurangan biaya yang dihadapi petani,” ungkapnya.

Upaya untuk memaksa minyak sawit menjadi minyak dapat memperburuk keadaan.

“Benarkah tingkat polusi di kota bisa turun karena bauran energi meningkat? Tapi bagaimana dengan masyarakat di pedesaan?” dan meningkatkan klaim asuransi kesehatan,” kata Bhima Yudhistira Adhinegara, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (CELIOS).

Bhima mempromosikan perspektif alternatif mengenai penggunaan minyak bumi dan solar yang berbahaya di pasar ritel Indonesia.

“Bukan minyaknya yang terjadi. Itu yang membuat perusahaan-perusahaan minyak ini kaya. ‘Memperkaya para pembuat film,'” katanya.

Menurut Tommy, meningkatnya deforestasi dapat berdampak negatif terhadap lingkungan, keanekaragaman hayati, dan upaya penurunan emisi gas rumah kaca. Deforestasi, yang terjadi ketika lahan dibuka untuk perkebunan kelapa sawit, berkontribusi terhadap hilangnya keanekaragaman hayati dan melepaskan gas dalam jumlah besar.

“Traction Energy Asia mengapresiasi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang baru-baru ini menyatakan akan menggunakan minyak goreng atau limbah sawit sebagai bahan bakar pesawat saya,” tambah Tommy.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *