TRIBUNNEWS.COM, LABUAN BAJO – Yulius Hau sudah 7 tahun berjualan jus buah di Kampung Ujung, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Berjualan di kawasan destinasi wisata internasional ini, pembelinya berasal dari berbagai kalangan, mulai dari warga Turin hingga wisatawan mancanegara.
Turis Asia, Eropa, Australia, Amerika, semuanya ada di sana.
Ada sekitar 40 pedagang di kawasan itu dan sebagian besar menjual hasil laut.
Yulius merupakan satu-satunya penjual jus buah di kawasan Kampung Ujung.
Tak heran jika produk jus buah cukup digemari, karena pesaingnya hampir tidak ada.
Juga, mereka tampaknya cukup ramah untuk melayani pelanggan.
“Saya tidak sekedar berjualan buah. Saya perlu tahu tentang buah, nutrisi buah, dan apa yang diinginkan pelanggan,” kata Yulius saat ditemui di depan salah satu warung di Kampung Ujung, Labuan Bajo, Timur. Nusa menjadi Tenggara, Rabu (8/5/2024).
Yulius mencontohkan, jika pelanggan terlihat agak kurus, namun memesan jeruk campur jahe dan apel granny smith, maka mereka tidak akan langsung memesannya.
“Biasanya saya sarankan ‘Bu, ini untuk menurunkan berat badan’. Atau kalau ada yang memesan buah tertentu, biasanya saya tanya dulu ‘Apakah ibu punya riwayat penyakit lambung atau tidak?’ kisah pria bernama Jefri Suasana di Balai Kuliner Kampung Ujung, Nusa Tenggara Timur, Rabu (8/5/2024) Pengunjung yang menunggu pesanan di kawasan Kampung Ujung baru saja mendapat sertifikat halal dari BPJPH Kementerian Pertanian pembuatan sertifikat halal bagi pedagang di Kampung Ujung difasilitasi oleh LPPOM MUI.
Meski dagangannya cukup laris, masih ada yang mengusik Jefri.
Berkali-kali ia menemui pelanggan muslim yang mempertanyakan kehalalan barangnya.
Bahkan jika mereka menjual jus buah.
Seringkali teman-teman muslim yang berlibur ke Labuan Bajo bertanya, ‘Halal atau tidak?’. Ada orang yang menanyakan pertanyaan seperti itu. Tidak banyak, tapi ada beberapa. Mungkin banyak yang bertanya, tapi yasudahlah. Aku tak mau bicara,” kata Jefri.
Berawal dari kebingungan tersebut, Jefri tak segan-segan saat mendapat tawaran dari Pemerintah Daerah Manggarai Barat untuk mengikuti proses sertifikasi Halal.
Jefri telah melalui seluruh proses untuk mendapatkan sertifikat Halal dari Badan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, termasuk pemeriksaan oleh Lembaga Pengkajian Makanan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
“Semuanya dicek dari awal sampai akhir. Termasuk belanja dan alur produksi,” jelas Jefri.
Jefri mengatakan, waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan sertifikat halal tidak lama, hanya sekitar satu bulan dari proses awal hingga resmi menerima sertifikat halal dari BPJPH Kementerian Agama.
Penyerahan sertifikat Halal kepada Jefri dan para pedagang di Kampung Ujung resmi dilakukan pada Rabu (8/5/2024) malam di pusat kuliner Labuan Bajo.
Kini warung jus buah tersebut sudah memiliki sertifikat halal, Jefri berharap pelanggan tidak lagi ragu dengan persoalan kehalalan.
“Dengan adanya label halal ini, kami bersyukur mulai saat ini dapat menerima pelanggan dari berbagai kalangan,” ujarnya.
Direktur Utama LPPOM MUI Muti Arintawati mengatakan, ada UMKM di Kampung Ujung yang sudah difasilitasi sertifikasi halal melalui LPPOM MUI.
Di Kampung Ujung, tidak hanya kuliner halal yang ditawarkan, juga terdapat tempat ibadah bagi umat Islam yaitu masjid, sehingga Kampung Ujung ditetapkan sebagai zona ramah Muslim. Salah satu penjual seafood di pusat kuliner Kampung Ujung Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Para pedagang di kawasan Kampung Ujung baru saja mendapat sertifikat Halal dari BPJPH Kementerian Agama. Proses pembuatan sertifikat Halal bagi pedagang di Kampung Ujung difasilitasi oleh LPPOM MUI.
Kepala Pusat Pendaftaran dan Sertifikasi Halal BPJPH Siti Aminah mengatakan keberadaan kawasan kuliner ramah muslim tidak hanya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, tetapi juga menjamin ketersediaan produk halal, aman, dan sehat.
Dengan begitu, pariwisata Indonesia bisa mengakomodasi permintaan berbagai jenis wisatawan, termasuk wisatawan muslim.
Aminah mengatakan, hal ini sejalan dengan program percepatan sertifikasi Halal produk makanan dan minuman di 3.000 desa wisata untuk mewujudkan Mandatory Halal Oktober (WHO) 2024 yang dilakukan BPJPH.
“Indonesia menerapkan #WHO2024 sebagai landasan hukum wajib SH. Halal tidak mengubah adat istiadat setempat, namun diharapkan dapat dinikmati oleh semua orang termasuk umat Islam, kami berharap kepada pimpinan LPPOM di provinsi untuk menyebarkan berita tersebut di daerahnya, karena sertifikasi halal ini bagus untuk lebih melestarikan pariwisata yang ada,” kata Aminah.