Banggar DPR Harap Proyek ‘Kejar Tayang’ Pemerintah Tak Jadi Beban Prabowo

Laporan reporter Tribunnews.com Fersianus Waku

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah mempertimbangkan kembali pelaksanaan proyek yang tidak banyak berdampak pada pertumbuhan ekonomi.

Hal itu disampaikan Said saat rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Gedung Parlemen pada Senin, 7 Agustus 2024.

“Pimpinan Banggar DPR berpendapat bahwa pada masa transisi pemerintahan, sebaiknya proyek-proyek penyiaran yang kurang penting dilanjutkan untuk menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja, dan pelaksanaannya harus dievaluasi kembali,” Saeed dikatakan. katanya. di tempat kejadian.

Said mengatakan penting untuk mengambil langkah ini untuk menjaga ruang keuangan tetap sehat meskipun kondisi cuaca eksternal buruk.

Ia pun berharap proyek-proyek tersebut tidak menjadi beban pemerintahan Prabowo Subianto ke depannya.

“Dan itu tidak akan membebani keuangan pemerintahan berikutnya,” katanya.

Ia mengatakan perekonomian akan tumbuh sebesar 5,11 persen pada kuartal I 2024.

Meski demikian, Said mengatakan keberhasilan tersebut belum cukup menjadi langkah menuju negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045.

Untuk menjadi negara berpendapatan tinggi, perekonomian harus tumbuh sebesar 6 persen hingga 7 persen setiap tahunnya, ujarnya.

Said menjelaskan, badai suku bunga tinggi berdampak pada berbagai wilayah dan tren ini mendorong negara-negara berkembang ke dalam gelombang kenaikan suku bunga.

Namun, beberapa negara peers dan negara tetangga tetap bertahan. Diantaranya, suku bunga Thailand masih sangat rendah, hanya 2,5%, dan skor kepercayaan bisnisnya 48 poin.

Jadi suku bunga Malaysia 3%, kepercayaan dunia usaha 94 poin, suku bunga Vietnam 4,5%, dan kepercayaan dunia usaha 54 poin.

Pada saat yang sama, tingkat suku bunga Indonesia mencapai 6,25% dan kepercayaan dunia usaha masih berada pada level terendah di antara negara-negara sejenis, yaitu hanya 14,11 poin.

“Mengapa kepercayaan dunia usaha kita lebih rendah dibandingkan negara lain? Karena kita belum mampu lepas dari berbagai permasalahan struktural (ekonomi biaya tinggi, ketidakpastian kebijakan, birokrasi yang rumit, tenaga kerja berketerampilan rendah, kemunduran demokrasi, persepsi korupsi, dll.) .),” ucapnya.

Said mengatakan, sebenarnya kepercayaan dunia usaha yang baik akan menjadi modal bagi pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengelola kebijakan makro, khususnya suku bunga dan nilai tukar.

Di sisi lain, berdasarkan laporan realisasi periode I tahun 2024, ia mengumumkan pendapatan negara mencapai Rp 1.320,7 triliun atau setara dengan 47% dari target APBN 2024.

Said menegaskan, hasil ini cukup meyakinkan untuk mencapai target sebelum akhir tahun.

Namun, pemerintah perlu mewaspadai realisasi penerimaan pajak yang lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Penerimaan pajak mencapai Rp1,028 triliun, hanya mencapai 44,5% dari target, namun mencapai 56,4% pada semester I 2023, kata Saied. katanya.

Said mengumumkan realisasi belanja negara pada triwulan I 2024 mencapai Rp 13,98 triliun atau 42% dari target APBN 2024.

Pimpinan Republik Demokratik Bangladesh mengapresiasi kedisiplinan menteri keuangan negara dalam mengelola belanja negara, setidaknya dalam percepatan penerimaan negara pada tahun ini, ujarnya.

Said juga meminta pemerintah berhati-hati karena perkiraan defisit APBN lebih besar dari target APBN 2024.

Dia menjelaskan, RUU APBN 2024 memperkirakan defisit sebesar 2,29% PDB atau Rp 522,8 triliun.

Namun, pada akhir tahun ini, perkiraan defisit anggaran diperkirakan mencapai 2,7 persen PDB atau 609,7 triliun rupiah.

Sebab, belanja pemerintah kemungkinan meningkat dari rencana Rp3.325,1 triliun menjadi Rp3.412,2 triliun, tambahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *