TRIBUNNEVS.COM, JAKARTA – Belum ditandatanganinya keputusan presiden (Keppres) tentang pemindahan ibu kota oleh Presiden Joko Widodo (Yokowi) berpotensi membuat berbagai proyek pemerintah dan swasta di ibu kota terbengkalai. (IKN) Nusantara Kalimantan Timur.
Ahmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, mengatakan dampaknya terhadap investor akan signifikan jika Perpres IKN tidak diterbitkan di akhir masa jabatan Jokowi.
Menurut dia, ketidakpastian tersebut akan menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor yang bertekad atau berniat menanamkan modalnya di IKN.
“Investor pada umumnya membutuhkan kepastian hukum dan kepastian pelaksanaan proyek, terutama pada proyek-proyek besar seperti IKN,” kata Ahmad kepada Tribun, Senin (23/9/2024).
Jika Perpres IKN tertunda, kata Ahmad, banyak calon investor yang cenderung menunda atau bahkan menarik komitmennya, mengingat ketidakpastian kepemimpinan selanjutnya.
Jadi, pergantian pemerintahan yang membawa arah politik berbeda juga bisa menimbulkan kekhawatiran proyek ini akan ditinggalkan, atau bahkan dihentikan sama sekali.
“Investor internasional khususnya sangat sensitif terhadap stabilitas politik dan regulasi, dan tanpa kepastian tersebut, tidak menutup kemungkinan mereka akan memilih mengalihkan modalnya ke proyek lain yang lebih aman dan terjamin keberlanjutannya,” ujarnya.
Di sisi lain, kata dia, proyek infrastruktur yang sedang berjalan juga berpotensi mangkrak. Jika investor besar mulai ragu, dana untuk menyelesaikan proyek pendukung seperti jalan tol, kantor pemerintah, dan fasilitas lainnya mungkin tidak tersedia tepat waktu.
Hal ini juga akan memperburuk kondisi proyek IKN, memperpanjang jangka waktu dan meningkatkan biaya yang pada akhirnya dapat menjadi beban anggaran negara yang lebih besar,” ujarnya.
Singkatnya, jika Perpres IKN tidak diterbitkan pada masa pemerintahan Jokowi, maka risiko kegagalan menarik dan mempertahankan investasi akan semakin besar,” lanjut Ahmad.
Ahmad melanjutkan, hal tersebut juga dapat mempengaruhi citra Indonesia sebagai negara berkembang yang ingin menarik investor melalui proyek ambisius seperti IKN.
Oleh karena itu, Ahmad menilai ketidakpastian ini harus segera diatasi agar tidak mengganggu rencana strategis dan melemahkan kepercayaan masyarakat dan swasta terhadap stabilitas kebijakan nasional.
“Pemerintah berikutnya harus lebih transparan dalam mengevaluasi rencana transfer ini.” Tanpa investigasi dan perencanaan yang jelas, proyek ambisius ini berisiko menjadi beban tambahan anggaran negara tanpa memberikan manfaat yang proporsional kepada warga, jelasnya. Juga tidak ada penambahan kantor kementerian di IKN
Di sisi lain, permasalahan jumlah kantor kementerian juga menjadi tantangan.
Ahmad mengatakan, prasarana perkantoran yang dibangun di IKN saat ini berdasarkan susunan kabinet era Jokowi, yakni 36 rumah tapak menteri dan 4 gedung Kemenka.
Namun, tidak menutup kemungkinan kabinet di bawah kepemimpinan Prabovo-Gibran akan lebih besar, terutama pasca revisi Undang-Undang Kementerian Negara yang menghapuskan batasan jumlah kementerian.
“Hal ini tentunya memerlukan penyesuaian infrastruktur yang berpotensi menambah biaya tambahan. Sementara belum adanya komunikasi yang jelas antara Kementerian PUPR dan Prabov terkait rencana tersebut sehingga menambah ketidakpastian,” jelasnya.
Dalam hal ini, kata Ahmad, ke depan pemerintah dan DPR harus berani mengusut apa yang menjadi motivasi berkembangnya IKN dan perencanaannya yang dinilai kurang tepat.
“Terlalu banyak hal yang hanya bergantung pada satu arah politik, yaitu Presiden Jokowi, tanpa mempertimbangkan secara matang implikasi jangka panjangnya.” Apakah langkah ini benar-benar didasarkan pada kebutuhan strategis bangsa atau lebih pada ambisi politik belaka?” jelasnya.
Menurut dia, perlu diwaspadai lebih cermat kerugian anggaran yang terjadi selama proses tersebut.
Jika pengalihan IKN tidak terlaksana di akhir masa jabatan Jokowi pada Oktober 2024, Ahmad menilai besar risiko proyek ini dihentikan, atau bahkan tidak dilanjutkan oleh pemerintahan berikutnya.
Situasi ini tidak hanya menimbulkan ketidakpastian, tetapi juga menambah beban perekonomian Indonesia dalam upaya pemulihan dari berbagai krisis, ujarnya. Motif Jokowi
Presiden Joko Widodo (Yokowi) menjelaskan persoalan belum ditandatanganinya Keputusan Presiden (Keppres) tentang pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Ibu Kota Negara Indonesia (IKN) Kalimantan Timur (Kaltim).
Presiden mengatakan, Perpres tersebut akan ditandatangani ketika IKN sudah siap.
“Kita lihat ada kesiapan yang nyata. Di sini harus benar-benar siap ya. Kalau hanya sekedar tanda tangan, mudah saja tandatangannya. Sebentar, harus tanda tangan,” kata Jokowi di Jakarta Convention Center (JCC) ) . , Jakarta, pada Rabu, (18/9/2024).
Kesiapan yang dimaksud Presiden tidak hanya dari infrastruktur seperti gedung, listrik, dan lain-lain, tetapi juga sumber daya manusia dan sistemnya. Perpindahan IKN bukan sekedar perpindahan.
“Ini bukan sekadar pindah rumah, rumit sekali, ini perpindahan ibu kota,” ujarnya.
Pemindahan ibu kota secara resmi harus diperhitungkan dengan benar. Ekosistem harus dikembangkan sebelum IKN resmi mendapat status permodalan.
“Tapi yang penting kesiapan, kotanya benar-benar siap. Ekosistemnya sudah tercipta, kalau sudah siap. Ada hal-hal lain yang menyertainya, seperti logistik, sekolah untuk anak-anak di sana akan selesai atau tidak, entah RS siap atau tidak, tinggal pergerakan saja,” tutupnya.
Sebelumnya, meski Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta mulai berlaku sejak diteken Jokowi pada 25 April, status ibu kota tidak berubah.
Ibu kota baru akan resmi berpindah dari Jakarta ke IKN jika ada keputusan presiden (Keppres) yang mengaturnya.
“Pada saat berlakunya undang-undang ini, Daerah Khusus Ibukota Jakarta tetap menjadi ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai dengan Keputusan Presiden tentang Pemindahan Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Indonesia dari Daerah Khusus Ibukota Jakarta sampai ke Ibu Kota Negara Kepulauan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”, Pasal 63 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Daerah Khusus Ibukota Jakarta menyatakan.