Ungkit Perintah Eks Dirjen, Terdakwa Kasus Korupsi Jalur Kereta Api Besitang-Langsa Minta Bebas

Reporter Tribunnews.com Ashri Fadilla melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Terdakwa yang terlibat korupsi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa antara tahun 2017 hingga 2019 telah meminta pembebasan kepada jaksa penuntut umum di bawah Kejaksaan Agung.

Permintaan itu disampaikan melalui tim kuasa hukum terkait dalam pernyataan diskriminasi atau keberatan yang dibacakan dalam Sidang Tipikor di Jakarta Pusat, Rabu, 24/2024.

Kedua terdakwa adalah Nur Setiawan Sidik, Ketua Balai Teknik Perkeretaapian Sumut periode Juli 2016-2017, dan Freddy Gondowardjojo, pemilik manfaat PT Mitra Karya Prasarana.

Mereka adalah dua dari tujuh terdakwa kasus tersebut, sedangkan lima terdakwa lainnya adalah Amana Gappa, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Sumut periode Juli 2017 hingga Juli 2018; Dardella Yasa Guna, Arista Gunawan, Ketua Tim PT dan Pemilik Manfaat PT Tiga Putra Mandiri Jaya; Ahmad Afif Setiawan, mantan Pejabat Pengikat Ikrar (PPK) Balai Teknik Perkeretaapian Regional Sumatera Zona I; Halim Hartono, mantan pekerja konstruksi PPK pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa; Mantan Kepala Bidang Prasarana Stasiun Teknik Kereta Api Sumatera Utara; Rieki Maidi Yuvana.

Dalam keterangannya, terdakwa Nur Setiawan Sidik melalui kuasa hukumnya menyatakan perbuatan terkait proyek jalur kereta api tersebut merupakan perintah atasan.

Pimpinannya saat itu adalah Parsetyo Boeditjahyono, mantan Direktur Jenderal Perusahaan Kereta Api (Dirjen) Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

“Terdakwa Nur Setiawan Sidik antara Mei 2016 hingga Juli 2017 melaksanakan instruksi Dirjen Perkeretaapian Parsetyo Boeditjahyono untuk mengubah pembangunan usulan Kereta Api Besitang-Langsa saja. Pada tahun anggaran 2017, SBSN- akan didanai,” kata pengacara Siddiq, Ranop Siregar, di pengadilan.

Menurut tim penasihat hukum, kliennya, Sidiq, beserta beberapa dokumen menyerahkan belum tuntasnya pembangunan Kereta Api Besitang-Langsa kepada mantan pejabat Eselon I Kementerian Perhubungan.

Dokumen pelengkap berupa rencana anggaran biaya (RAB), spesifikasi teknis, dan gambar teknis.

Namun Parsetyo Boeditjahyono tetap memerintahkan terdakwa Nur Setiawan untuk tetap melanjutkan rencana pembangunan jalur KA Besitang-Langsa, kata Ranop.

Itu sebabnya anggota partai Siddiqui menilai dia tidak boleh terseret dalam kasus ini.

Ia juga meminta jaksa penuntut umum melepaskan kliennya dari penuntutan karena tidak melanjutkan perkaranya.

Berdasarkan keberatan yang diajukan kepada kami, terdakwa Nur Setiavan Sidik melalui kuasa hukumnya meminta Majelis Hakim siap mengambil keputusan: dakwaan Jaksa Penuntut Umum dianggap tidak sah. atau harus dibatalkan dan/atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima.

Sementara itu, terdakwa Freddy Gondovardojo melalui pengacaranya mengatakan telah melakukan pekerjaan yang ditentukan dalam kontrak.

Namun, pihaknya mengaku belum dibayar penuh atas pekerjaan yang dilakukan.

“KSO itu juga bekerja sesuai kontrak yang ada dan perpanjangan kontrak. Namun dalam kasus ini pemerintah belum membayar 100 persen kepada BUMN. Oleh karena itu, perkiraan (kerugian) mana yang dibicarakan jaksa? dari mana tuduhannya berasal? kata pengacara Freddie Gondovardojo.

Untuk itu, kubu Freddie mengajukan dalil yang sama dengan Sidiq, yakni dalil kekebalan dari jaksa.

“Kami mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengusut dan mengadili perkara seperti sekarang ini, untuk menyatakan dakwaan tidak sah dan setidak-tidaknya mengeluarkan putusan sementara untuk mengadili tindak pidana korupsi. terdakwa memerintahkan pembebasannya segera,” kata pengacara Freddie.

Untuk lebih jelasnya, para terdakwa dalam kasus ini diduga melakukan kegiatan pembongkaran proyek pembangunan kereta api Besitang-Langsa di Sumatera Utara antara tahun 2016 hingga Juli 2017.

Proyek-proyek tersebut diberi peringkat berdasarkan besarnya biaya masing-masing proyek yang kurang dari $100 miliar. Bahkan, total anggaran proyek strategis nasional ini mencapai lebih dari 1,3 triliun dolar AS.

Membagi setiap proyek menjadi kurang dari $100 miliar dimaksudkan untuk mengoordinasikan vendor.

“Dalam rangka memerintahkan Rieki Meidi Yuwana untuk melakukan lelang dengan metode evaluasi pasca kualifikasi untuk menghindari kondisi kerja yang keras,” kata jaksa.

Akibat perbuatan para terdakwa, pemerintah mendapat ganti rugi lebih dari 1,15 triliun dolar AS.

Nilai defisit pemerintah tersebut merupakan hasil perhitungan Badan Pengendalian Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

1.157.087.853.322 dolar atau lebih dana masyarakat yang hilang, sebagaimana tercantum dalam laporan audit korupsi proyek pembangunan kereta api Besitang-Langsa yang dikeluarkan Kementerian Keuangan dan Pembangunan pada 13 Mei 2024.”

Dalam kasus ini, para terdakwa didakwa sesuai dengan Pasal 18, Pasal 2, Pasal 1, Pasal 3 Undang-Undang “Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” sebagaimana diatur dalam Pasal 1, Pasal 1 Pasal 55 KUHP. .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *