Alasan BPOM Baru Hentikan Jajanan Latiao Sekarang Pasca Kasus Keracunan di Masyarakat

 

Laporan jurnalis Tribunnews.com Aysia Nursiamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi menghentikan peredaran seluruh produk Latio untuk melindungi kesehatan masyarakat pasca Darurat Keracunan Makanan (KLBKP).

Jajanan asal Cina yang satu ini lagi viral di Indonesia. Latio menggunakan beberapa bahan dasar, ada yang dari kulit tahu dan tepung terigu. Ada orang yang menggunakan rumput laut.

Kemudian masukkan campuran gula pasir, garam, bumbu halus, lada hitam, biji wijen, jinten dan bubuk cabai.

Biasanya berbentuk panjang dan melengkung, namun ada pula yang berbentuk daun persegi dan bulat.

Jadi mengapa keracunan tidak lagi diumumkan baru-baru ini? 

Terkait hal tersebut, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar memberikan penjelasan.  Ia mengungkapkan, Latio merupakan jenis makanan yang berisiko tinggi. 

“Ada banyak faktor yang menyebabkan hal itu. Kita tahu bahwa makanan dibagi menjadi dua bagian. Ada risiko tinggi (high risk) dan risiko rendah (low risk),” ujarnya kepada rombongan media saat ditemui di Jakarta Selatan. Gedung Badan Pengendalian (Bappanas), Senin (11 April 2024). 

Sumpah taruna juga menjelaskan perbedaan keduanya.  Produk berisiko tinggi biasanya disterilkan. 

Pada saat yang sama, pangan berisiko rendah biasanya digunakan untuk industri rumahan. Namun makanan berisiko rendah ini sangat sensitif terhadap banyak faktor.

Pertama, sensitif terhadap periode atau waktu. Biasanya setelah 1-2 hari, makanan menjadi basi.

Kedua, makanan jenis ini sangat sensitif terhadap suhu. “Kalau disimpan di suhu rendah, pemaparannya akan bertahan 1-2 hari lagi dan akan basi. Kurang berisiko atau sering digunakan,” imbuhnya. 

Sementara itu, mengekspor produk pangan dalam bentuk kemasan meningkatkan risiko. 

“Kami awalnya mengira Latio berisiko rendah, tapi ternyata berisiko tinggi,” tambahnya.  Oleh karena itu, BPOM mengambil langkah keras dan cepat terhadap produk Latio. 

Salah satu upaya yang dilakukan adalah penghentian sementara peredaran dan pemusnahan produk Latioo. 

“Kami tidak ingin mikroorganisme tersebut berkembang. Pertama, laboratorium mungkin menguji bakteri Bacillus cereus. Namun (karena) risikonya yang tinggi, bakteri lain akan muncul.”

“Jamur, cendawan, dan sebagainya berpotensi mempengaruhi sistem saraf, metabolisme, dan faktor lainnya,” tutupnya. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *