TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Profesor Hukum Universitas Borobudur Faisal Santiago menilai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mungkin menangkap paksa Presiden PT MT David Glen Oye (DGO) dalam kasus pencucian uang mantan Gubernur Maluku Utara (TPPU). Malut) Abdul Ghani Kasuba (AGK).
Faisal mengatakan, jika ada saksi yang tidak memenuhi tiga panggilan pengadilan, maka tindakan penangkapan paksa diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Sesuai KUHAP, kalau tidak hadir sebanyak tiga kali, bisa ditangkap paksa. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan ekstrim, kata Faisal kepada wartawan, Minggu (15/9/2024).
Sementara itu, pakar hukum Universitas Trisakti Abdul Fikar Hajjar mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (ACC) bisa saja menangkap paksa saksi yang tidak hadir sebanyak tiga kali dalam pemanggilan resmi untuk diperiksa terkait tuduhan korupsi.
Ia mengatakan, jika yang ditangkap paksa merupakan tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan bisa langsung melakukan penangkapan.
“Iya, Komisi Pemberantasan Korupsi (ACC) menangkap paksa pihak-pihak yang terlibat, tapi dua panggilan gagal dijawab. “Penyitaan paksa ini bisa dilanjutkan dengan penangkapan jika yang bersangkutan berstatus tersangka,” ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (ACC) mempertimbangkan soal pemanggilan paksa saksi David Glenn Oi (DGO) dalam Kasus Pencucian Uang (TPPU) mantan Gubernur Maluku Utara (Malut) Abdul Gani Kasuba.
Opsi ini dipertimbangkan karena tidak terjadi lebih dari dua kali.
Sedang dipertimbangkan, kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan, Senin (9/9/2024).
Sebelumnya, DJP mangkir pada Selasa (27/8/2024) dengan alasan sakit saat Komisi Pemberantasan Korupsi meminta keterangannya sebagai saksi kasus pencucian uang Abdul Ghani Kasuba.
Para detektif meneleponnya lagi, tapi DGO masih belum terlihat.
“Sudah dijadwalkan lagi, tapi saya tidak hadir,” kata Tessa.
BPK dapat menggunakan opsi untuk memaksa saksi yang tidak hadir secara rutin. Ketegasan penting untuk kebutuhan memecahkan masalah.
Kasus pencucian uang yang tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (ARC) ini merupakan tindak lanjut dari kasus suap yang melibatkan Abdul Ghani Kasuba.
Sejauh ini, tim penyidik KPK telah menyita sekitar 20 bidang tanah dan properti konstruksi terkait kasus pencucian uang Abdul Ghani Kasuba.
Pencucian uang yang dilakukan Abdul Ghani melibatkan pembelian hotel, penginapan, dan wisma.
“Sejauh ini, informasinya, sudah ada sekitar dua puluh bidang tanah yang diambil. Seperti yang telah ditentukan sebelumnya, ada sekitar lima puluh kavling tipe hotel, serta akomodasi dan hotel. Namun hanya dua puluh bidang tanah yang disita. tertangkap,” kata Tessa beberapa saat yang lalu.
Dalam perkara pokoknya, Adul Ghani didakwa menerima suap dan suap senilai Rp109,7 miliar.
Jaksa PKC Abdul Ghani mengatakan dia diduga menerima Rp99,8 miliar dan US$30.000.
Pembayaran dilakukan melalui transfer bank atau tunai.
Aliran uang tersebut mencakup masalah terkait proyek infrastruktur dan suap posisi jual beli.
Selanjutnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (ACC) mengembangkan kasus Abdul Ghani dan menetapkan dua tersangka suap yang masih dalam penyelidikan.
Mereka adalah mantan Ketua DPD Partai Gerindra Malut Muhaimin Syarif dan Kepala Dikbud Provinsi Malut Imran Yakub.
Berdasarkan perkara yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi, lembaga antirasuah itu menduga ada sekitar 37 perusahaan yang menyuap Abdul Ghani Kasuba melalui Muhaimin Siarif untuk menangani usulan pendirian Kawasan Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di Kementerian ESDM. dan sumber daya mineral.
Puluhan perusahaan diduga menyuap Abdul Ghani Kasuba untuk mendapatkan tanda tangannya.
Hal itu terungkap dalam jumpa pers identifikasi dan penangkapan Abdul Ghani Kasuba, tersangka pemberi suap pembelian dan pengolahan barang dan jasa di Gedung Merah Putih di Muhaimin Sirif, Provinsi Maluku Utara. KPK. Jakarta Selatan, Rabu (17/7/2024).
Muhaimin Sirif, salah satu orang kepercayaan Abdul Ghani Kasuba, diduga berperan sebagai penghubung atau perantara dalam penyusunan usulan pendirian JMC.
“Memproses usulan kepada Kementerian ESDM RI untuk identifikasi WIUP yang ditandatangani Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba pada tahun 2021 dengan alias Muhaimin Sirif Uku kepada sedikitnya 37 perusahaan. – Tahun 2023 tanpa melalui prosedur sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2018 dan Keputusan Menteri Nomor 1798 k/30/mem/2018 tentang Pokok-pokok Pelaksanaan Persiapan, penetapan dan penerbitan izin usaha pertambangan. industri,” kata Asep Guntur Rahayu, direktur penelitian Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dari usulan penetapan WIUP yang dikirimkan ke Kementerian ESDM RI melalui tersangka Muhamin Sirif, Asep mengatakan, WIUP enam blok usulan tersebut ditetapkan Kementerian ESDM pada tahun 2023.
Keenam blok tersebut adalah Blok Kaf, Blok Foley, Blok Marimoi I, Blok Pumlanga, Blok Lilief Sawai, dan Blok Wailukum.
Dari enam blok tersebut, lima blok WIUP yang telah dilelang yaitu Blok Kaf, Blok Foley, Blok Marimoi I, Blok Pumlanga, dan Blok Lilief Sawai, kata Asep.
Kementerian ESDM menetapkan pemenang empat blok dari lima blok yang akan dilelang, lanjut Asep. Keempat blok tersebut adalah Blok Kaf, Blok Foley, Blok Marimoi I, dan Blok Lilief Sawai.
“Dari lima blok yang dilelang, empat blok pemenangnya ditentukan oleh Kementerian ESDM,” kata Asep.
Sayangnya, Kementerian ESDM Asep tidak merinci perusahaan mana saja yang diakui sebagai pemenang.