Laporan Lita Febriani, reporter Tribunnews.com.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pasalnya merupakan negara tropis dengan musim hujan dan kemarau. Indonesia dapat memproduksi singkong, jagung, ubi jalar, dan tebu dalam jumlah yang relatif besar.
Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, tanaman-tanaman tersebut di atas juga dapat memiliki nilai ekonomi yang tinggi jika diolah menjadi bahan bakar alternatif seperti bioetanol. Kapasitas produksi etanol mencapai 40.000 kilogram (KL) per tahun.
Untuk memenuhi kebutuhan negara, jika 5 persen etanol dicampur ke dalam bahan bakar, dibutuhkan dua juta kiloliter etanol per tahun. Bahan bakar ini nantinya disebut E5.
Model juga mulai dikembangkan untuk banyak produk konsumsi bahan bakar otomotif yang dapat menyerap bahan bakar alternatif ramah lingkungan.
Toyota Indonesia telah menciptakan Flexy Engine yang mampu mengonsumsi etanol 100 atau E100. Ada pula Fortuner FFV (Flexy Fuel Vehicle) dan Kijang Innova Hybrid Biothanol.
“Kalau produknya sudah ada Toyota sudah siap mesinnya dan sudah ada Fortuner dan Innova. Kita bisa menggunakan bioetanol 100 atau E100 untuk Fortuner E100 yaitu Innova Hybrid E85,” kata Presiden PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). /2024)
Nandi mengatakan, pihaknya saat ini bekerja sama dengan Pertamina untuk memasok bahan bakar etanol ke berbagai SPBU.
“Pertamina 5 persen etanol saat ini tersedia di 60 SPBU di Jakarta dan Jawa. Kalau bisa diperluas hingga 5 persen saja dari jaringan Pertamina, itu bagus sekali,” ujarnya.
Saat ini produksi etanol masih bergantung pada pemasaran luar negeri. Produk etanol produksi Indonesia sudah banyak diekspor ke Brazil dan Argentina selama bertahun-tahun.
Mengembangkan etanol dan serapannya di pasar dalam negeri. Toyota berharap pemerintah merumuskan kebijakan yang tepat.
Setelah penggunaan biodiesel hingga dan termasuk B35 berhasil, etanol juga harus segera dikelola.
“Kebijakan regulasi memiliki perpecahan yang jelas. Misalnya kita memproduksi biodiesel, kita punya departemen yang jelas. Ada diskusi dengan industri dan akademisi, lalu kami akhirnya mengevaluasi, menguji, dan menerapkannya,” tambah Nandi.