TRIBUNNEWS.COM – Kasus pemberian jet pribadi, Ketua Umum PSI sekaligus putra bungsu Presiden Yokowi, Kaesong Pangaref, masih menjadi perdebatan publik.
Diketahui, kejadian tersebut bermula dari unggahan Instagram story istri Kaesang, Erina Gudono.
Dalam unggahan tersebut, Erina memposting foto yang memperlihatkan jendela pesawat dengan pemandangan awan.
Namun warganet meyakini foto tersebut bukan diambil dari pesawat komersil, melainkan dari pesawat jet pribadi.
Benar saja, pesawat yang dibawa Kaesang dan Erina untuk berangkat ke Amerika Serikat adalah pesawat Gulfstream G650ER.
Usai postingan tersebut viral, Kaesang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena jet pribadi tersebut diduga merupakan hasil hibah, yakni hadiah dari perusahaan e-commerce besar.
Sejauh ini, Komisi Pemberantasan Korupsi telah menerima dua laporan, yakni dari Koordinator Asosiasi Pemberantasan Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, dan Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun.
Namun, meski ada laporan, kemajuan yang dicapai lembaga antirasuah itu terus berlanjut.
Misalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyatakan akan menjelaskan berbagai hal kepada Kaesang dan mengirimkan undangan kepadanya, diberhentikan sementara.
Juru Bicara CPC Tessa Mahardika mengatakan, laporan dugaan sikap berpuas diri Kaesang telah diteruskan ke Direktorat Penerimaan Pengaduan Pelayanan Publik (PLPM) CPC dari Direktorat Kenyamanan.
Dengan kemajuan tersebut, sejumlah pakar hukum pesimistis kasus dugaan gratifikasi Kaesang akan diusut tuntas.
Bahkan, ada pakar yang menilai seluruh pernyataan KPK soal kasus ini hanya sekedar lelucon dan bertujuan meredam amarah masyarakat.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari mengatakan, KPK hanya main-main dalam menangani kasus dugaan gratifikasi Kaesang.
Perry menilai tindakan KPK dalam menangani kasus tersebut hanya untuk meredam kemarahan masyarakat karena viral.
Dia memperkirakan penukaran ini tidak hanya dilakukan oleh KFC, tapi juga pihak lain.
“Bagi saya, drama ini perlu diselesaikan karena masyarakat banyak bertanya dan menjadi viral. Bukan hanya siapa yang memberi hadiah, tapi seberapa penting hal itu.”
“Bahkan hal-hal kecil yang terjadi di dalam pesawat pun ramai diperbincangkan masyarakat dimana-mana. Nah makanya (Komisi Pemberantasan Korupsi) ingin meredam kemarahan masyarakat dengan membangun gimmick tentang viralitas kasus tersebut,” ujarnya. Ucapnya dalam acara ulasan yang ditayangkan di YouTube Tribunnews, Rabu (04/09/2024).
Dengan penyidikan tersebut, Ferry pun menilai Komisi Pemberantasan Korupsi tidak akan teliti mengusut dugaan berpuas diri Kaesang.
Selain sebagai tipu muslihat, ia menilai antrean K.P.K. Pemimpin yang mempunyai masalah juga menjadi faktor penyebab kasus tersebut tidak boleh diselesaikan.
Jadi Feri mengatakan hanya pemimpin BPK yang berintegritas yang bisa menyelesaikan kasus seperti itu.
“Saya tidak melihat ada tanda-tanda (penyelesaian CPK). Tidak ke arah sana. KPC sekarang, bagi saya, terlalu banyak kepentingan di baliknya dan banyak masalah yang dihadapi para komisionernya.”
Dan berurusan dengan kalangan utama Istana bukanlah perkara mudah. Perlu integritas dan kemampuan untuk memutus kasus seperti ini, ujarnya. Tak Terdampak Revisi UU KPK, Pimpinan KPK Segera Umumkan Hasil Kelulusan CPNS 2023. Bagi yang lolos seleksi bisa cek di website SSCASN dan KPK dan tandai dengan kode P/L. (rekrutmen.kpk.go.id)
Sementara itu, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak punya nyali atau keberanian mengungkap kasus dugaan kepuasan terhadap Kaesang.
Zaenur menilai hal itu merupakan hasil pengujian Undang-Undang 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Tak hanya itu, ia mengungkapkan minimnya dukungan lembaga antirasuah dalam mengusut kasus tersebut semakin terlihat pada komposisi pengurus, ia mengaku kerap mendapat kendala.
“Iya, tentu itu hasil kajian UU Komisi Pemberantasan Korupsi dan konfigurasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang masih menjabat hingga saat ini.”
“Memang sudah saatnya penyerahan dari Mahkamah Konstitusi kepada pimpinan BPK saat ini,” ujarnya dalam acara Review Tribunnews, Rabu (04/09/2024).
Zaenur mengatakan, revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi yang menempatkan lembaga antirasuah berada di bawah lembaga eksekutif merupakan tanda melemahnya komisi antirasuah.
Maka karena Kaesang merupakan anak Jokowi, ia menilai Komisi Pemberantasan Korupsi semakin takut mengusut dugaan kasus viral gratifikasi tersebut.
Korupsi yang dilakukan KPK, lanjut Zaenur, juga terlihat dari intervensi eksekutif yang dilakukan banyak pejabat lembaga antirasuah yang memiliki hubungan dengan lembaga eksekutif tersebut.
“Saya tegaskan, di bagian penindakan isinya didominasi oleh pihak kepolisian dan kejaksaan. Organiknya adalah penyidik independen yang mengisi posisi-posisi yang tidak terlalu penting,” ujarnya.
Zaenur menilai intervensi pemerintah terhadap K.P.K. Operasi tersebut menjadi tanda lembaga antirasuah tersebut kurang independensi seperti sebelum revisi UU KPK berlaku.
Kembali ke kasus dugaan gratifikasi Kaesang, Zaenur mengungkapkan Komisi Pemberantasan Korupsi tak akan berani mengusutnya secara mendalam karena Ketum PSI adalah anak Jokowi.
Hal itu, kata Zaenur, semakin nyata ketika Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nawawi Pomolango tak berani menelepon putra Jokowi, Kaesang, saat menjelaskan langkah lembaganya mengusut dugaan kasus gratifikasi tersebut.
“Jadi ini memang akibat dari ketergantungan BPK pada kekuasaan dalam pengujian UU BPK. Selama BPK tetap model itu, yaitu di bawah kekuasaan eksekutif, secara operasional juga di bawah kendali Polri. Dan jaksa tidak akan independen saat itu juga,” tutupnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lainnya terkait gaya hidup anak dan mertua Jokowi