Terbongkar Curhatan Putu di WA, Sudah Menjadi Incaran, Pelaku Bisa Dijerat Pembunuhan Berencana?

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perbincangan di grup WhatsApp yang diduga mencoba merekayasa kematian Putu Satriya Ananta Rustica (19), taruna STIP akibat ditembak seniornya, viral di media sosial.

Tangkapan layar isi grup WhatsApp bernama ‘STIP ANGKATAN 66’ diunggah mantan senator Arya Vadakarna di akun media sosial Instagram miliknya.

Berdasarkan pantauan Tribunnews.com, ada salah satu anggota rombongan yang melanjutkan pesan tersebut dan menyebut Putu meninggal karena penyakit jantung.

Informasinya, taruna terkena serangan jantung setelah melakukan senam pagi dan membersihkan kampus. Petugas medis menyatakan tidak ada tanda-tanda kekerasan.

Namun kami masih menunggu hasil autopsi, informasi almarhum sudah diserahkan ke Kementerian Perhubungan sebagai titipan oleh pemuda setempat.

“Garis waktunya dibuat seperti ini, sehingga semua orang dan media tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi,” demikian pernyataan tersebut.

Terkait hal tersebut, pihak keluarga menduga penyebab kematian Futo awalnya direncanakan.

Meski demikian, pihak keluarga masih menunggu hasil pemeriksaan polisi atas kebenaran dugaan manipulasi beberapa taruna.

“Kami kini menunggu hasil penyidikan dugaan rekayasa cerita di kelompok taruna,” kata kuasa hukum keluarga Putu, Tombor Aritunang, saat dihubungi, Jumat (10/5/2024). Meninggalnya, seniornya Tegar Rafi Sanjaya (21), Sekolah Menengah Pertama Ilmu Kelautan (STIP) bernama Putu Satria Ananta Rastika (19) rupanya mengaku kepada pacarnya (Wartakotalive.com) Putu Satria mengaku kerap menjadi sasaran. perkelahian orang tua.

Pengakuan Taruna Tingkat I STIP, Foto Satriya Ananta Rustica (19), terungkap sebelum dibunuh atasannya.

Putu Satria diduga kerap mengalami kekerasan setelah resmi masuk STIP pada September 2023.

Hal itu terungkap dari percakapan Futo Satria dan pacarnya yang diungkapkan pengacara keluarga, Tombor Aritung.

Menurut Tombor, korban mengeluh sering menjadi sasaran pelecehan oleh atasannya di STIP.

Korban bahkan menunjukkan gambar luka memar di dadanya kepada pacarnya.

“Iya sepertinya sudah menjadi kebiasaan di sana,” ujarnya dikutip Wartakotalive.com, Kamis (9/5/2024).

Tombor kemudian membacakan cuplikan percakapan Futo Satria dengan pacarnya saat itu.

Dalam perbincangan yang sama, Futo Satria mengaku kerap dipukul oleh para lansia.

“Makna pembicaraannya kurang lebih seperti ini, ‘Yang petinggi telepon terus, terus pukul. Dada sakit, terus mengarah ke perut’. Maksudnya begitu,” ucapnya.

Ia mengaku belum mengetahui secara pasti sudah berapa kali korban dianiaya oleh para lansia.

Namun, Tombor meyakini korban sudah beberapa kali mengalami penganiayaan.

“Tidak dijelaskan di chat, tapi artinya mungkin terjadi lebih dari satu kali,” imbuhnya. 4 mahasiswa STIP ditetapkan sebagai tersangka

Polres Metro Jakarta Utara telah menetapkan empat tersangka kasus penganiayaan yang menewaskan mahasiswa Institut Ilmu Kelautan (STIP) Jakarta, Putu Satria Ananta Rustika (19).

Keempatnya adalah korban senior di Sekolah Pelaut.

Tersangka utama adalah Tegar Rafi Sanjaya (21), sedangkan tiga tersangka lainnya adalah KAK alias K, WJP alias W, dan FA alias A.

Awalnya, polisi menetapkan Tegar sebagai tersangka tunggal pada Sabtu (4/5/2024).

Namun setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, tiga rekan Tegar pun ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan ini.

Informasi tersebut disampaikan Kapolres Jakarta Utara, Kompol Gedyon Arif Stiwan, dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (8/5/2024) malam.

“Ada tiga tersangka baru dalam kasus ini berdasarkan perkembangan penyidikan dan gelar perkara,” kata Gidion seperti dikutip TribunJakarta.com.

Penetapan tersangka baru setelah polisi mengumpulkan bukti-bukti, antara lain rekaman CCTV dan hasil visum korban. Peran tersangka

Ketiganya mempunyai peran berbeda.

Tersangka FA alias A dalam kasus ini berperan memanggil korban Futo dan kawan-kawan dari lantai 3 ke lantai 2 pada Jumat (3/5/2024) pagi karena mengira telah melakukan kesalahan.

Karena mereka memakai pakaian olah raga ke kelas pada hari Jumat pagi

“Diidentifikasi berdasarkan persepsi orang lanjut usia, salah, atau memakai pakaian olahraga memasuki kelas dengan mengatakan ‘Hei, level satu pakai PDO (meteran olahraga), kemari!’”

Jadi kami turun dari lantai 3 ke lantai 2. Jadi FA juga berperan mengawasi ketika terjadi kekerasan berlebihan di depan pintu kamar mandi dan itu dibuktikan dengan CCTV dan keterangan saksi, kata Gedion, Rabu malam. . .

Tersangka WJP kemudian berperan memprovokasi Tager untuk memukul korban Foto.

WJP juga meminta Futo tidak mempermalukan dirinya sendiri dan kuat melakukan pukulan.

“Kang W bilang, ‘Jangan malu-malu soal CBDM, kasih pengertian.’ Bukan bahasanya, jadi kita pakai atau periksa ke ahli bahasa.”

“Karena ada bahasa yang nantinya mempunyai arti tersendiri,” jelas Gadion.

Sementara itu, tersangka KAK di sini berperan dalam menunjuk Foto sebagai korban pertama penyerangan.

Futo adalah orang pertama yang ditakdirkan pingsan setelah menerima pukulan di ulu hati dan sekarat.

Pemukulan dilakukan di depan teman Futo yang lain.

“Peran KAK adalah menunjukkan kepada korban sebelum kekerasan berlebihan dilakukan oleh tersangka TRS, dengan mengatakan ‘adik saja, bapak walikota bisa dipercaya’.”

“Ini juga merupakan kata-kata yang hanya hidup di lingkungannya saja, mempunyai arti tersendiri,” kata Gedion.

Kemudian Tager, tersangka utama, memukul Futo sebanyak lima kali dengan ulu hati.

Gedion mengatakan, berdasarkan hasil otopsi, ditemukan adanya luka pada ulu hati korban hingga menyebabkan robeknya jaringan paru-paru.

Saat korban dalam keadaan lemah dan tidak sadarkan diri, pelaku memasukkan tangannya ke dalam mulut korban dengan maksud untuk menolong.

Sayangnya, korban meninggal.

Gadion mengatakan, meninggalnya Futo sebenarnya disebabkan upaya penyelamatan tersangka yang tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP).

“Kalau upaya yang dilakukan, dugaannya adalah operasi ekstraksi, di mulut, sehingga menyumbat oksigen, saluran pernafasan, kemudian menyebabkan organ vital tidak mendapat oksigen, dan menyebabkan kematian.”

“Yah (benar) cedera pada paru-paru mempercepat proses kematian, tapi (sebenarnya) yang menyebabkan kematian adalah setelah melihat korban tidak sadarkan diri atau tidak berdaya, lalu (operator) panik dan melakukan upaya penyelamatan yang tidak sesuai prosedur. ,” Gadion menjelaskan. Sabtu (4/5/2024).

Atas perbuatannya tersebut, keempat tersangka terancam hukuman 15 tahun penjara.

Tegar selaku tersangka utama dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat.

Sementara tiga rekannya dijerat Pasal 55 dan 56 KUHP karena turut serta melakukan tindak pidana.

Ancaman hukumannya sama dengan membangun pasal dari kemarin ya.

Mungkin ada perbedaan perlindungan atau ada penambahan atau pengurangan karena Pasal 55, kata Gedion.

“(Ancaman hukuman ketiga tersangka baru) masih 15 tahun,” lanjut Gedion.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *