TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sudirman Said mengaku siap mencalonkan diri pada Pilgub atau Pilgub Jakarta 2024.
Mantan wakil kapten timnas pemenangan Enis di Swedia dan Muhammin Iskandar pada Pilpres 2024 ini bahkan sudah menghubungi beberapa partai politik untuk menjajaki peluang maju sebagai calon gubernur Jakarta.
Dearman, sapaan akrabnya, mengaku tak masalah jika Anis berada di Swedia dalam waktu yang bersamaan. Ia bahkan mengaku hubungannya dengan Anis di Swedia bukannya tanpa masalah.
“Kalau dia dianggap memenuhi syarat, maka kami akan memberikan kepercayaan kepada partai dan saya calon, Insya Allah kepercayaan itu akan kami penuhi.” /6) /2024).
Seperti diketahui, pada Pilpres 2024, Sudirman menjadi salah satu tokoh penting tim sukses Anis-Mohimin. Dia adalah wakil kapten tim Anis-Mohimin. Sudirman dan Enis selama ini dikenal sebagai teman yang “imut” dan dekat.
Lantas apa latar belakang yang membuat Sudirman Said mengukuhkan tekadnya untuk mencalonkan diri di DKI meski nantinya harus bersaing atau bersaing memperebutkan tiket dengan Anis? Berikut wawancara lengkapnya:
Apa yang kamu lakukan sekarang setelah menyelesaikan peranmu sebagai Timses Anis-Muhimin kemarin?
Kembali mengajar, kami terus melakukan banyak kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan kepemimpinan.
Berdasarkan kabar yang beredar di masyarakat, apakah Anda akan mencalonkan diri di Jakarta?
Pasti atau tidaknya (setelah pemilihan gubernur, redaksi) tergantung partai politiknya. Karena menurut saya semua kecuali Pak Ridwan Kamil masih belum punya nama untuk menerima tiket partai secara resmi. Kecuali Kang Emil dan satu orang yang mendaftar jalur mandiri, Pak Dharma. Lainnya masih mempunyai peluang serupa, tergantung keputusan partai politik.
Jadi kalau nanti dia terbukti mumpuni dan mendapat kepercayaan semua pihak dan calon, Insya Allah amanah itu bisa kita penuhi.
Bicara soal pemilihan jabatan DKI, Anis dikabarkan juga bakal mencalonkan diri di Swedia. Apa yang terjadi? Apakah kamu dan Ennis putus?
Di PDIP banyak nama yang juga disebut-sebut. Di antara mereka juga ada teman baik. Misalnya di Golkar, ada tiga nama yang juga disebut-sebut. Ada Kang Ridwan Kamil, ada Mas Irwin Aksa, ada juga Pak Zaki Iskandar.
Jadi menurut saya tidak perlu diragukan lagi, karena semua orang punya peluang. Apalagi kami (Sudirman dan Ennis, redaksi) bukan partisan. Jadi bebaslah. Jadi, kembali ke persoalan sebelumnya, maju atau tidaknya kita tergantung peluang politik.
Hubungan kami (Sudirman dan Ennis, redaksi) baik-baik saja, tidak ada masalah. Karena kita sudah berteman begitu lama, saling mendukung perjuangan dan kompetisi, pada dasarnya itu seperti membaca di depan umum, bukan?
Saya ulangi bahwa politik bukanlah agen semua orang. Jadi saya mempertimbangkan atau memutuskan untuk maju atau tidak, bukan karena saya menginginkan sesuatu.
Tapi karena sahabat, karena pesta membawa peluang. Jadi kelompok itu berkata: ‘Biarkan Pak Dearman memeriksanya. jika Anda tertarik’. Bahkan ada pihak yang mengatakan: ‘Kami sudah membawa Anda ke Java Center sebelumnya, apakah Anda ingin kembali ke Java Center atau mempertimbangkan ke arah lain.’
Jadi wajar saja jika saya memilih jalur membaca publik ini.
Partai mana saja yang mendekati Anda untuk ikut serta dalam Pilkada Jakarta?
Saya tidak bisa mengatakan sesuatu yang spesifik tapi saya bisa mengatakan ini. Saat Pilpres lalu, saya membantu Pak Anis, Pak Mohimin dan menghubungi tiga partai. Ada Nasdaq, PKB, dan PKS. Tapi kami telah membuat kemajuan dengan Partai Demokrat sebelumnya. Mereka berempat memiliki hubungan yang baik. Apakah hubungan baik ini mendatangkan dukungan? Ini adalah sesuatu yang harus kita atasi bersama.
Lalu saat Pilpres 2019, saya membantu Pac Pravo. Oleh karena itu, saya pun dicalonkan Jarindra sebagai calon anggota DPR. Kemudian juga dipimpin oleh Gerindra dan PKS serta PKB dan PAN sebagai calon gubernur tahun 2018. Hubungan dengan mereka juga sangat baik.
Atau kalau kita mundur sedikit, tahun 2017 kita membantu Pak Ennis. Ini juga merupakan pesta dimana kami juga memiliki hubungan baik. Jadi Insya Allah semua perjalanan ini akan berujung pada silaturahmi, silaturahmi, yang bila diperlukan tentu akan kami jaga.
Jadi sekarang di antara semua pihak, apa yang memberi sinyal? Ada beberapa tapi saya pikir kita harus menghormati mereka.
Anda bahkan tidak bisa menyebutkan betapa penuh warna pestanya, bukan?
Jadi jika persahabatan atau hubungan itu menimbulkan dukungan atau menimbulkan delegasi, kami akan melakukannya. Hanya saja, tidak mungkin aku mempertimbangkan semua ini atau sampai sejauh ini jika tidak ada indikasi bahwa kemungkinan ini ada.
Jadi saya hanya melihatnya sebagai proses yang sehat. Masih banyak waktu karena pendaftarannya di bulan Agustus. Ya, ini singkat, tetapi masih ada waktu untuk terus mengeksplorasi opsi yang berbeda.
Apakah Anda sudah bicara dengan Anis soal niat maju pada Pilkada di Jakarta?
Kami belum melakukan percakapan khusus, tapi menurut saya secara dewasa, kami hanya mengenal satu sama lain.
Sekali lagi, menurut saya Pak Ennis juga melihatnya sebagai sebuah proses, sebagai proses publik. Jadi menurut saya dia tidak tersinggung atau mengira ada gangguan dalam hubungan antar manusia, dalam bentuk apa pun.
Mengapa dia memilih ikut Pilkada DKI dan bukan Pilkada Jateng?
Saya juga ditanya mengapa saya tidak berpikir untuk kembali ke Java Center. Ya, saya bercanda bahwa saya mencobanya di Java Center. Dan menurut saya, sebaiknya Jawa Tengah dibiarkan dikelola oleh orang-orang yang punya latar belakang politik kuat di sana, itu satu hal.
Lalu mengapa Jakarta menjadi tantangan yang menarik? Sebab, sesuai UU Nomor 2 Tahun 2024, Jakarta akan mengalami perubahan besar.
Dari semula ibu kota negara, kalau ada PP atau keppres akan menjadi kota dan bukan ibu kota lagi. Namun statusnya luar biasa. Menjadi pusat perekonomian, pusat perdagangan, pusat pelayanan, pusat kebudayaan dan jangan lupa pada tahun 2045 setelah 100 tahun kemerdekaan, 70% penduduk kita akan tinggal di perkotaan.
Jadi kalau Jakarta bisa didorong jadi model, jadi contoh membangun kota, saya kira itu bagus.
Jadi mau gimana dulu, saya akan melalui dua prinsip untuk bisa bekerja di kota Jakarta. Pertama, karena perubahan besar ini memerlukan fokus penuh, sebaiknya pemimpin masa depan, siapa pun dia, adalah pemimpin yang bisa fokus mengurus Jakarta dan tidak menganggapnya sebagai titik awal untuk jenis politik berikutnya. agenda. Mengapa ya? Karena tantangannya sungguh besar. Konsentrasi harus dijaga.
Kedua, karena peralihan ibu kota ke non ibu kota memerlukan penanganan penuh dan koordinasi dengan pemerintah pusat. Ada 15 kewenangan khusus yang akan diberikan kepada Kota Jakarta ke depan, yang memerlukan kerja sama dengan pemerintah pusat.
Oleh karena itu, orang yang menjadi gubernur ke depan haruslah orang yang tidak memiliki masalah atau konflik dengan pemerintah pusat. Oleh karena itu, kedua aspek tersebut akan menjadi modal untuk mampu mengelola kota di masa depan.
Jadi jika mereka bertanya kepada saya, apa yang akan saya lakukan? Saya pikir ada banyak tantangan. Biasanya pasti sering orang bilang cuma hujan, sebenarnya hujan hanya butuh waktu satu jam saja sudah menimbulkan genangan dimana-mana. Memang benar, ini adalah masalah kronis yang tidak dapat diselesaikan dengan cepat, tidak dapat diperbaiki dengan cepat. Harus ada konsistensi dalam kebijakan
Kami akan merangkum semua yang telah kami lakukan dan kemudian kami akan melanjutkannya secara perlahan. Kedua, kemacetan lalu lintas. Hal ini tidak bisa diselesaikan dengan cepat, harus dicarikan solusinya.
Yang paling menarik perhatian saya adalah isu kesenjangan. Jakarta adalah rumah bagi orang-orang terkaya, perusahaan terbesar, masyarakat terbesar di Jakarta, namun mereka juga yang paling menderita di sini.
Saya sering berjalan kaki ke desa-desa ini. Tidak ada air di tempat-tempat ini. Mungkin orang-orang di sekitar kita bisa dengan mudah mendapatkan air. Namun di Varacas, Tambora, Cabon Malti, daerah kumuh ini bergantung pada air jalanan yang harganya delapan kali lebih mahal dibandingkan air keran.
Memang menantang, tapi bagaimana cara menata kampung kumuh? Hal ini juga dapat dianggap sebagai terobosan, tidak hanya merangsang kegiatan ekonomi tetapi juga menciptakan lapangan kerja sehingga menghasilkan desa yang lebih sehat.
Saya bayangkan, misalnya di kampung-kampung kumuh yang padat, kalau kita ajak masyarakat bersama-sama menaikkannya menjadi satu lantai dan menyisakan area hijau, tempat sholat, tempat hajatan, permainan anak-anak, saya kira itu akan menjadi lingkungan yang lebih sehat. . . Hal ini sekali lagi memerlukan fokus dan konsentrasi penuh terhadap tantangan-tantangan yang disebutkan di atas.
Menurut Anda apa yang harus menjadi fokus kualitas udara?
Pemerintah menata desa, mengatur transportasi energi, dan hasil akhirnya adalah kualitas udara yang lebih baik. Dahulu negara kita mempunyai angka pencemaran yang tinggi, salah satu yang terbesar di negara kita. Memang betul sumber pencemaran itu berasal dari kiri dan kanan, tapi namanya udara, tanpa KTP tidak bisa dicegah karena. anda berasal dari Batang atau Sirbon tidak bisa bergerak, itu perlu koordinasi kiri-kanan.
Maka barangkali di sinilah konsep akumulasi sebagaimana tertuang dalam konstitusi menjadi penting. Jadi kenapa Anda berpikir untuk jalan-jalan ke Jakarta? Karena saya mempunyai pengalaman bagaimana Aceh diorganisir setelah tsunami, maka hal ini juga sangat rumit. Kami bekerja sama dengan 72.882 organisasi internasional untuk memulai sesuatu yang sangat dinamis. Namun pada akhirnya membawa sesuatu yang baik.
Jakarta juga akan memiliki aspek pengelolaan, aspek koordinasi dengan pemerintah, aspek sentral, aspek kerjasama dengan tiga pilar, BUMN, dan masyarakat sipil. Jadi menurut saya itu cukup tantangan yang harus dihadapi (Tribune Network/Ibu).