Eks Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Pikir-pikir Banding Sikapi Vonis 4,5 Tahun Penjara

Laporan reporter Tribunnews.com Ashri Fadillah

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Direktur Jenderal Pembangunan Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto divonis 4 tahun 6 bulan atau 4,5 tahun penjara karena menerima suap untuk mengajukan pemulihan perekonomian nasional. PEN) dana Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara 2021-2022.

Selain divonis 4,5 tahun penjara, ia juga divonis denda 100 juta dram, tiga bulan penjara untuk afiliasinya, dan ganti rugi 2.976.999.000 dram.

Ardian belum memutuskan untuk mengajukan banding atau melanjutkan keputusan tersebut.

“Kami sebagai penasihat hukum sudah berdiskusi, akan kami pertimbangkan terlebih dahulu dan mempertimbangkan pertimbangan-pertimbangan sebelumnya, baru kemudian kami putuskan apakah akan menerimanya,” kata penasihat hukum Ardian saat persidangan, Rabu (17/07/2024).

Majelis hakim mengingatkan mereka akan pemikiran tersebut hanya seminggu setelah putusan dibacakan.

“Dalam waktu tujuh hari,” kata Ketua Hakim Eko Aryato.

“Iya Majelis,” jawab penasihat hukumnya.

Seperti halnya terdakwa, JPU KPK juga memutuskan perdamaian selama tujuh hari.

“Jaksa, majelis, akan membahasnya dulu,” kata jaksa KPK.

Tuntutan yang dijatuhkan Majelis Hakim pada Ardian dalam kasus ini lebih rendah dari yang diminta, yakni lima tahun penjara.

Ardian Novianto didakwa dalam kasus ini bersama mantan Bupati Muna La Ode Sultra Muhammad Rusman Embo dan mantan Ketua DPC Gerindra Muna La Ode Gombert yang sebelumnya divonis bersalah dalam kasus terpisah (perceraian).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah menuduh Rusman Emba dan Gomberto memberikan suap kepada Ardian Novianto untuk menyelesaikan pengajuan pinjaman Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Kabupaten Muna di Sulawesi Tenggara.

Untuk memudahkan persetujuan permohonan Kementerian Dalam Negeri, Ardian meminta Rp 2,4 miliar dan Rusman Emba menyetujuinya dalam mata uang asing yakni Singapura dan dolar AS.

Atas adanya uang booster tersebut, Ardyan mengparafkan draf akhir surat Mendagri yang kemudian ditandatangani Mendagri dengan nilai pinjaman maksimal 401,5 miliar dirham.

Ardian menilai perbuatannya merupakan tindak pidana berdasarkan Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Pasal 55 Bagian 1 dan Pasal 64 KUHP Bagian 1. Sesuai Pasal 1 KUHP, jaksa KPK mengajukan pengaduan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *