Laporan reporter Tribunnews Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Arsul Sani menjadi satu-satunya pengacara yang berbeda pendapat atau berbeda pendapat soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait persoalan syarat usia calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam putusannya, Kamis (12/9/2024), Mahkamah Konstitusi menolak permohonan mantan inspektur KPK Novel Baswedan terkait syarat usia calon pejabat KPK.
Namun, Arsul menilai PTUN seharusnya membatalkan perkara tersebut jika Nomor 68/PUU-XXII/2024.
Ia memaparkan pandangan para MK terdahulu dalam putusan Nomor 112/PUU-XX/2022 yang disampaikan Wakil Ketua Komite Pemberantasan Korupsi 2019-2023, Nurul Ghufron.
Dalam putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi memperbolehkan pimpinan KPK saat ini untuk ikut serta dalam seleksi calon. Mahkamah Konstitusi mengubah ketentuan Pasal 29 huruf e UU KPK.
“Berpengalaman minimal 50 (lima puluh) tahun sebagai Pimpinan KPK, dan lebih dari 65 (enam puluh lima) tahun dalam proses pemilu,” bunyi putusan Pasal 29 e UUD KPK sebagaimana telah diubah dengan Mahkamah Agung.
Arsul menilai jika mengacu pada prinsip rasional, seharusnya Mahkamah Konstitusi memperbolehkan para pegawai yang bekerja di KPK menjadi calon pimpinan KPK. Namun, kata dia, ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi.
Persyaratan tersebut meliputi dua hal, antara lain pegawai KPK tersebut telah bekerja selama 10 tahun dan pernah bekerja di bidang pencegahan korupsi dan Penindakan (penegakan hukum) terhadap pelanggaran undang-undang anti suap.
Saya yakin jabatan Pimpinan KPK akan diisi oleh orang-orang yang tidak hanya memenuhi syarat syarat-syarat yang ditentukan dalam angka 21 UU 19/2019 yang mengubah Pasal 29 UU 30/2002, kata Arsul.
Namun lanjutnya, hal itu akan membuka peluang bagi masyarakat, meski belum mencapai usia minimum sesuai UU 19/2019, yang mempunyai hak atau hak dan pengetahuan atas pekerjaan, pekerjaan, dan hak atas rumah untuk bekerja. Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal pemberantasan korupsi.
“Serta memahami proses operasional, permasalahan dan tujuan operasional yang ingin dicapai KPK,” tegasnya.
Apabila dalil pemohon sah secara hukum, maka ketentuan Pasal 29 huruf e UU Komisi Pemberantasan Korupsi seharusnya berbunyi:
Minimal 50 tahun (lima puluh) atau pengalaman sebagai direktur KPK atau pengalaman sebagai pegawai KPK yang bekerja di bidang pencegahan atau penuntutan (penegakan hukum) tindak pidana korupsi paling sedikit kurang dari 10 (sepuluh) tahun berturut-turut atau lebih dari 10 (sepuluh) umur 65 (enam puluh lima) tahun.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Novel untuk menguji materi Pasal 29 e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Mahkamah Konstitusi memutuskan gugatan tersebut tidak mempunyai dasar hukum.
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Hakim Konstitusi Suhartoyo dalam putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga menolak permohonan hibah (keputusan antardepartemen) yang dilakukan surat kabar tersebut. Dalam penyelesaian ini, Novel meminta PTUN memutuskan untuk menunda proses seleksi calon KPK.
Suhartoyo mengatakan, “Minta kontribusi calon.