TRIBUNNEWS.COM – Sidang kedua Peggy Stevan terkait kasus pembunuhan Vina Vaki di Sirbon akan digelar hari ini, Senin (1/7/2024), setelah sebelumnya ditunda pada Senin (24/6/2024) lalu.
Sementara sidang pada Senin ditunda karena Polda Jawa Barat (Jabar) selaku terdakwa tidak hadir dalam persidangan.
Oleh karena itu, hakim memutuskan untuk menunda sidang hingga hari ini, Senin.
Saat itu, Peggy pun mengaku kecewa dengan pihak Polda Jabar yang tidak hadir dalam persidangan.
Jika Polda Jabar tak hadir lagi dalam sidang hari ini, sidang pendahuluan Peggy dipastikan tetap dilanjutkan.
Pengadilan Negeri (PN) Bandung memastikan tak akan menunda lagi persidangan Peggy.
Diketahui, agenda rapat persiapan ke-2 meliputi pembacaan persiapan pemohon, jawaban tergugat dan jawaban pengacara, serta pemaparan alat bukti dan saksi.
Berdasarkan informasi yang diterima, rencananya sidang Peggy juga akan dihadiri keluarga pemohon seperti ibu Peggy, Cartini, serta kedua adik perempuannya, Luciana dan Emiliana.
Berikut fakta jelang sidang kedua Peggy. Pengacara Peggy menyiapkan bukti atas kesalahan Persona
Kuasa hukum Peggy, Sugianti Iriani menyatakan siap menghadapi sidang praperadilan kliennya.
Sugianti mengaku pihaknya akan menghadirkan bukti kuat adanya kesalahan pribadi dalam menetapkan Peggy sebagai tersangka.
Untuk menghadapi tergugat dari Polda Jabar, kami juga akan bertemu dengan tim kuasa hukum Peggy untuk membahas apa yang akan disampaikan pada sidang persiapan kedua.
“Beberapa di antaranya adalah persoalan pribadi. Kami ingin tegaskan bahwa Pegi Stiwan berbeda dengan Pegi alias Perong,” kata Sugianti saat ditemui awak media di Desa Kapungpongan, Kecamatan Talon, Kabupaten Sirbon, sebelum berangkat ke Bandung, Minggu (30/6). /2024) pagi, dikutip dari TribunJabar.id .
Menurut Sugianti, ciri-ciri Daftar Pencarian Orang (DPO) juga berbeda dengan Pegi yang ditetapkan sebagai tersangka.
Tak hanya itu, alamat rumahnya pun berbeda-beda.
Atas dasar itu, Sugianti menilai Peggy merupakan korban penahanan ilegal.
“Yang ditetapkan sebagai DPO adalah Pegi alias Perong pada tahun 2017, sedangkan Pegi Stiwan ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Mei 2024. Mereka orang yang berbeda. Kami ingin tegaskan, ini karena kesalahan pribadi atau penangkapan ilegal,” ujarnya. Tunjukkan banyak saksi
Selain itu, Sugianti juga mengatakan, pihaknya akan menghadirkan saksi-saksi untuk membuktikan bahwa pada penggeledahan tahun 2016 tidak ada izin dari pihak berwenang setempat, surat perintah penggeledahan dari pengadilan, maupun surat perintah penggeledahan dari kepolisian.
“Kedua sepeda motor yang dijadikan barang bukti tersebut tidak pernah dikembalikan dan tidak pernah dihadirkan dalam persidangan tahun 2016 serta tidak dijadikan barang bukti dalam putusan Incara.”
Jadi buktinya kemana? Ada dugaan ini sita karena sepeda motornya tidak pernah dikembalikan, tidak di persidangan, tidak ada dalam putusan pengadilan, jelasnya.
Dalam diskusi tersebut Sugianti menaruh kepercayaannya kepada hakim tunggal Amin Suleiman.
“Kami meyakini hakim tunggal Aman Suleiman adalah hakim yang jujur dan akan menilai praperadilan ini dengan baik, cermat, termasuk alat bukti kami, sehingga kami dapat mengambil keputusan seobjektif mungkin,” ujarnya.
“Kami yakin 99 persen penyelidikan pendahuluan akan berhasil. Kami akan memberikan bukti-bukti yang kuat dan akan terlihat bahwa penyidik melanggar SOP dan masih banyak lagi kejanggalan yang akan kami laporkan,” tambah Sugianti. Kuasa hukum Peggy tak ambil pusing dengan kehadiran Polda Jabar
Peggy sebelumnya mengaku kecewa karena Polda Jabar mangkir dari persidangan.
Namun kini, kuasa hukum Peggy lainnya, Mokhter Effendi mengaku tak peduli lagi jika Polda Jabar tak lagi hadir dalam sidang hari ini.
Sebab, hakim di pengadilan mempunyai kewenangan menurut undang-undang untuk melanjutkan persidangan tanpa kehadiran tergugat.
Hadir atau tidaknya Polda Jabar, itu tidak relevan, karena kemarin tidak hadir, maka hakim berhak memanggil untuk kedua kalinya.
Jadi kalau tanggal 1 sudah dipanggil dengan baik dan tetap tidak hadir, sidang tetap dilanjutkan, tapi Polda Jabar tidak lagi menggunakan hak pembelaannya, kata Mokhter, Sabtu (29/6/2024). , dikutip dari TribunJabar id.
Mokhtar mengatakan, jika Polda Jabar tidak hadir, maka persidangan akan tetap berjalan dan bisa memfasilitasi timnya sebagai pemohon dalam persidangan ini.
Jadi, menurut Mokhter, besar kemungkinan sidang Peggy diterima hakim.
Sebab majelis hakim dapat memberikan putusan wanprestasi atau putusan yang diambil majelis hakim tanpa kehadiran terdakwa dan tanpa alasan yang dapat dibenarkan, sekalipun dipanggil secara resmi dan patut.
“Kalau Polda Jabar tidak hadir, itu akan memudahkan kami, artinya mereka tidak akan keberatan, sehingga besar kemungkinan sidang kami disetujui juri,” ujarnya. Penasehat hukum meminta Polda Jawa menghentikan penyidikan
Sugianti meminta Polda Jabar mengakhiri pemeriksaan Peggy dengan menerbitkan Surat Perintah Penghentian (SP3) pada 1 Juli hari ini saat sidang praperadilan kedua Peggy.
Bahkan kami berharap SP3 tersebut diberikan pada tanggal 1 Juli 2024 bertepatan dengan Hari Bhyangkara ke-78 yang artinya menjadi hadiah kepada Pegi Stiwan di hari bersejarah Polri ini, jelasnya, Jumat (28). .6/2024).
Jika Polda Jawa mengeluarkan SP3, maka ini merupakan kemenangan seluruh bangsa Indonesia dan menjaga kehormatan polisi di mata masyarakat.
“Ketika pihak kepolisian dengan rela mengakui bukti yang lemah kemudian dengan sengaja mengeluarkan SP3, saya kira itu adalah kemenangan seluruh bangsa Indonesia dan juga nama baik kepolisian tetap terjaga dan saya kira itu suatu kehormatan di mata masyarakat. masyarakat, karena mereka menyadari kesalahannya, ujarnya.
Pengacara juga berharap setelah keluarnya SP3, Polda Jabar bisa melanjutkan penyelidikan untuk menemukan pelaku sebenarnya dalam kasus pembunuhan yang terjadi pada tahun 2016 itu. Peggy bisa dibebaskan dari kasus Wina jika memenangkan persidangan
Mokhtar mengatakan Peggy bisa dibebaskan dari segala dakwaan kasus pembunuhan Wina Besirbon jika ia kemudian memenangkan sidang pendahuluan.
Perkara Peggy yang dilimpahkan Polda Jabar ke Kejaksaan Agung (Kejati) Jabar pun akan dibatalkan.
Artinya, Peggy seharusnya bebas (kalau memenangkan sidang pendahuluan), perkara yang diserahkan ke kejaksaan juga akan kalah.
“Selama perkaranya tidak dinyatakan P21, maka tidak didaftarkan di sidang pengadilan,” ujarnya, dikutip TribunJabar.id.
Namun jika Peggy kalah dalam sidang pendahuluan ini, ia akan dibawa ke pengadilan dan dituntut. Pengacara Peggy menggugat Inspektur Rodiana karena diduga gagal membuka rekaman CCTV pada tahun 2016
Tim hukum Peggy berencana melaporkan Inspektur Rodiana, ayah Aki, atas tuduhan sengaja tidak mengungkap rekaman CCTV kejadian tahun 2016.
Sebab menurut tim kuasa hukum Peggy, Tony RM, jika Ip Rodiana membuka hasil pemeriksaan CCTV di TKP, seharusnya ia sudah mengetahui siapa saja yang ada di dalam rekaman tersebut dan siapa pelakunya.
“Iya, terkait televisi sirkuit tertutup yang tidak dibuka itu akan kita diskusikan dengan tim penasihat hukum. Tapi upaya hukum yang pasti akan kita lakukan adalah melaporkan Pak Rodiana atas dugaan menghalangi keadilan,” kata Tony, saat ditemui. media, Minggu (30/6/2024), dikutip dari TribunJabar.id.
Jika Iptu Rodiana sudah mengetahui isi rekaman CCTV tersebut, namun tetap memproses orang-orang yang sudah diamankan, maka rangkaian cerita tersebut diduga palsu atau dibuat-buat.
Tony menyatakan, perbuatan tersebut dapat dilaporkan berdasarkan Pasal 317 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
Nanti akan diperjelas dugaannya kalau kita laporkan berdasarkan Pasal 317 tentang laporan palsu, artinya kejadian itu terjadi (pembunuhan) tapi rekayasa, jelasnya.
Dengan langkah hukum ini, tim kuasa hukum Peggy Stevan berharap kebenaran kasus ini bisa terungkap dan keadilan bisa ditegakkan.
Sebagian artikel ini tayang di TribunJabar.id dengan judul Kuasa Hukum Peggy Tak Peduli Kehadiran Polda Jabar di Sidang Praperadilan, Sidang Lanjutkan
(Tribunnews.com/Rifqah) (TribunJabar.id/Nazmi Abdurrahman/Eki Yulianto)