BERITA TRIBUN.
Hukuman berat itu dijatuhkan setelah Hasim As’ari, anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Den Haag, kedapatan melanggar kode etik penyelenggara pemilu dengan melakukan tindakan asusila terhadap CAT.
Pemecatan Hasim Asyari mendapat reaksi beragam dari partai politik, Istana, dan pengamat. PDIP: Memalukan dan menyedihkan
Politikus PDIP M Guntur Romli pun angkat bicara soal maksiat penangkapan Hasim.
Guntur menilai hukuman yang menyedihkan dan memalukan berupa pemecatan Hasim.
Apalagi kliennya tidak hanya dilaporkan satu kali karena maksiat.
Sebelumnya, Hasim adalah Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni, yang juga dikenal sebagai “Wanita Emas”, untuk pekerjaan yang sama.
Namun saat itu Hasim dinyatakan tidak bersalah dan hanya diberi teguran keras.
Selain itu, Hasim juga mendapat beberapa sanksi dari DKPP selama menjabat Ketua KPU pada tahun 2022 hingga 2027.
“Jika Anda melihat catatannya, ada banyak pelanggaran dan masalah hukum sebelumnya.”
PDIP menghormati keputusan DKPP untuk ditindaklanjuti, dan karena kita melihat sejarah banyak pelanggaran, ini bisa menjadi hukuman bagi Ketua KPU, kata Romli, Rabu (7/3/2024) YouTube KompasTV .
Menurut Guntur, Hasim harus menjadi orang yang suci dan menjadi teladan bagi masyarakat.
Selain itu, Khasim memiliki posisi strategis sebagai Presiden Partai Komunis Ukraina.
Hukuman yang sangat hina dan menyedihkan, ya kita korban, ada korban maksiat. “Jadi dalam hal ini masyarakat yang menilai kualitas orang yang seharusnya suci,” kata PKS yang tidak heran Hasim dipecat.
Berbeda dengan PDIP, PKS mengaku tak kaget dengan sanksi pencopotan Hasim sebagai Ketua KPU.
Anggota Komisi II Fraksi PKS, Aus Hidayat Noor, menilai keputusan DKPP sudah tepat.
Selain itu, menurut Os, pemberhentian tersebut juga dilakukan melalui konsultasi dengan Komisi II DPR RI.
Maka tak heran bila DKPP memberikan denda berupa pemecatan kepada pria berusia 51 tahun itu.
“DKPP II mengadakan konsultasi dengan pimpinan KPU. Jadi kami tidak kaget,” jelasnya. Jokowi keluarkan Perpres dalam 7 hari
Istana melalui Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan pemerintah menghormati keputusan DKPP.
Menurut Ari, sanksi DKPP akan diberikan setelah ada keputusan presiden (Keppres).
“Soal sanksi pemberhentian tetap Ketua KPU Hasim As’ari oleh DCPP akan dilanjutkan dengan keputusan presiden,” ujarnya.
Dia meyakinkan, keputusan DKPP tersebut tidak akan mengganggu jalannya pemilu 2024 yang akan segera dimulai.
“Karena ada mekanisme pemberhentian sementara bagi anggota KPU untuk mengisi kekosongan,” tutupnya. Wakil Presiden Maruf Amin jawabannya
Pemecatan Presiden Partai Komunis Ukraina pun menarik perhatian Wakil Presiden (Vapres) Maruf Amin.
Menurut Wapres, pejabat pemerintah yang diberi amanah harus menjaga moral dan integritas serta tidak menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
“Ini warning, jadi jangan terlambat seperti di KPU, kalau terjadi lagi nanti terjadi lagi,” jelas Maruf Amin, dikutip Kompas.com Kamis (7/4/) 2024).
“Jadi bagi saya itu pelajaran penting dalam menjaga moral dan kemudian integritas,” imbuhnya.
Namun dia menghormati keputusan DCPP yang memecat Hasim.
Meruf Amin mengatakan DKPP memiliki dasar yang kuat dalam mengambil keputusan tersebut. Pengamat menilai keputusan DKPP sudah tepat
Pengamat politik Ray Rangkutty menilai penunjukan Hasim sebagai Ketua KPU merupakan keputusan yang tepat.
Namun, dia menilai DKPP relatif terlambat mengambil keputusan tersebut.
“Keputusan DKPP sudah benar. Malah bisa dikatakan terlambat. Sebab, pada kasus-kasus sebelumnya, seharusnya keputusan seperti itu diambil.” Terlebih lagi, dalam kasus pertama, hal ini berkaitan dengan calon pemilih yang menjadi perhatian mereka. kepuasan,” jelas Ray, Rabu.
Ray mengapresiasi Hasim tidak patah semangat dengan serangkaian sanksi yang sebelumnya dijatuhkan DKPP.
Menurutnya, hal tersebut terulang pada kasus maksiat yang dilakukan Hasim.
Artinya, DKPP selain mengambil keputusan secara soft, juga tidak punya keberanian, jelasnya.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami / Taufik Ismail / Ighman Ibrahim / Rahmat Fajar Nugraha) (Kompas.com)