TRIBUNNEWS.COM – Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia, Jusuf Kalla (JK) memberikan kesaksian dalam sidang korupsi yang melibatkan mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, yang berlangsung pada Kamis (16/16/2019). . 5/2024).
Untuk diketahui lebih lanjut, Karena Agustiawan ditetapkan sebagai terdakwa kasus korupsi terkait proyek pengadaan kilang LNG Pertamina pada 2011-2021.
Jaksa menyebut tindakan Karen merugikan pemerintah sebesar $113,8 juta atau Rp 1,77 triliun.
Dalam persidangan, JK menjadi saksi pembela terdakwa Karen Agustiawan.
Ada beberapa pernyataan JK yang dinilai meremehkan peran Karen Agustiawan sebagai kritikus.
Dirangkum Tribunnews.com, berikut beberapa keterangan JK sebagai saksi mitigasi terdakwa Karen Agustiawan:
1. Untung dan Rugi dalam Bisnis Biasa
Dalam keterangannya, JK mengatakan untung rugi adalah hal yang lumrah dalam berbisnis.
Ia menilai kerugian yang dialami Pertamina tidak bisa disalahkan pada Karen.
Selain itu, di antara sekian banyak perusahaan sektor publik, bukan hanya Pertamina yang terkena dampaknya.
“Kalau ada rencana bisnis, ada langkah bisnisnya, hanya ada dua, untung atau rugi. Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum, semua BUMN Karya harus dihukum, ini berbahaya. Perusahaan rugi. .itu harus dihukum,” kata JK, Kamis.
2. Salah jika Karen Agustiawan menjadi terdakwa
Oleh karena itu, JK mengaku bingung Karen Agustiawan ditetapkan sebagai terdakwa kasus korupsi Pertamina.
Ia juga mengatakan, Karen Agustiawan saat itu hanya menjalankan tugasnya sebagai Direktur Utama Pertamina.
JK berkata: “Saya juga bingung kenapa (Karen) jadi kritikus.
3. Gunakan kebijakan Jokowi
Pak JK juga menjelaskan politik luar negeri yang diterapkan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12 ini mengatakan, Jokowi banyak mengirimkan udara, terutama dari Tiongkok.
JK menjelaskan: “Sebenarnya di tahun kunjungan Pak Jokowi, banyak perjanjian yang ditandatangani, termasuk perjanjian penghentian gas dalam negeri dari China. Makanya benar, karena sudah ada undang-undang tentang itu. Saya tidak suka. “
Meski demikian, Pak JK menilai kebijakan pengelolaan energi di bawah kepemimpinan Jokowi merupakan hal yang lumrah.
Menurutnya, hal itu dilakukan untuk menjaga keamanan nasional.
Oleh karena itu, Presiden perkuat urusan dalam negeri, dan sifat menjaga keamanan energi negara karena energi, saya ulangi, ayam dan telur, ”kata JK.
4. Alasan pengurangan minyak atsiri harus diungkapkan oleh pemerintah
Terkait hal tersebut, JK juga menjelaskan mengenai rencana pembangkit listrik. Apalagi yang tertuang dalam Keputusan Presiden No. 5 tahun 2006.
JK mengatakan, pada awal pemerintahannya di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), harga minyak di pasar internasional naik hingga $90 per barel.
Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan undang-undang untuk mengurangi kebutuhan minyak dan menggantinya dengan gas alam.
JK menjelaskan, “Makanya pemerintah saat itu terburu-buru untuk meningkatkan penggunaan gas bumi sebesar 30 persen. Dan sebagai pemasok energi LPG dan LNG, itu menjadi tanggung jawab Pertamina.”
Oleh karena itu, Pertamina diperintahkan untuk menyiapkan energi, dalam hal ini gas, lebih banyak dibandingkan sebelumnya.
5. Tepuk tangan dari para tamu komunitas
Dalam kasus tersebut, ada pernyataan JK yang menembak tamu sidang Karen Agustiawan.
Dalam keterangannya, JK mengatakan untung dan rugi adalah hal yang lumrah dalam berbisnis.
Oleh karena itu, kerugian perusahaan tidak bisa dijadikan dasar untuk menghukum Karen Agustiawan.
“Dalam berbisnis hanya ada dua, untung atau rugi,” kata JK.
“Jika semua perusahaan yang kesulitan harus dihukum, maka semua perusahaan publik juga harus dihukum.”
Sontak suara JK diapresiasi para tamu stadion.
Hakim segera memperingatkan para tamu untuk tidak merusak suasana kasus tersebut.
JK melanjutkan, kerugian yang dialami Pertamina di bawah kepemimpinan Karen Agustiawan adalah hal yang wajar.
Apalagi saat itu dunia sedang dilanda gejolak akibat pandemi Covid-19.
“Ini peristiwa yang dipengaruhi oleh masalah eksternal, misalnya masalah Covid. Siapa pun Dirut Pertamina, yang akan menderita saat itu,” jelas JK.
“Tiba-tiba AC mati, kita tidak kerja, orang tidak ke toko, harga pasti turun, pasti ada kerusakan.
JK mengatakan, “Kalau Direktur Pertamina dihukum karena ini, saya kira kita sudah banyak melakukan pelanggaran.”
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Rahmat Fajar Nugraha/Ashri Fadilla)