TRIBUNNEWS.COM – Kebijakan kenaikan biaya kuliah seragam (UKT) di banyak perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia menuai kritik dari berbagai pihak.
Hal ini diketahui juga akibat diumumkannya Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) pada tahun 2024.
Proses ini diyakini menyebabkan kenaikan besaran biaya seragam sekolah (BKT), UKT, dan biaya pengembangan lembaga (IPI) yang melonjak fantastis, membebani siswa.
Kebijakan ini direncanakan untuk menjadikan pendidikan tinggi sebagai wajah bisnis Indonesia.
Mahasiswa menganggap kampus tidak adil karena mahasiswa berasal dari keluarga miskin, padahal UKT sangat besar dan sebaliknya.
Sementara itu, Kemendikbud menyampaikan, biaya UKT tetap memperhitungkan seluruh golongan lokal dan tetap mengikuti peraturan yang berlaku.
Selengkapnya, berikut berbagai kritik terkait kenaikan tarif UKT pada PTN yang dirangkum Tribunnews.com:
1. Perdana Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadžir Efendi: Langkah-langkah yang tidak pasti
Perdana Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy meminta PTN bijak dalam memutuskan kenaikan UKT.
Menurut Muhajir, harus ada kesepakatan sejak awal dengan siswa dan orang tua mengenai biaya sekolah.
“Iya menurut saya, sekolah dalam kaitannya dengan UKT harus pintar-pintar banget, pintar-pintar.”
“Contohnya kalau ada kenaikan UKT, dari awal harus ada kesepakatan, kesepakatan dengan siswa dan orang tuanya bahwa akan ada peningkatan,” kata Muhadjir dari Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. di Jakarta. , Kamis (14 Mei 2024).
Muhadžir mengatakan, menjadi UKT tidak boleh dilakukan di tengah-tengah masa studi seorang mahasiswa.
Ia menilai kenaikan di tengah perkuliahan merupakan langkah yang kurang tepat.
Kalaupun perlu, besaran kenaikannya harus ditentukan kembali, jangan tiba-tiba mengambil UKT di tengah jalan, menurut saya itu langkah yang tidak masuk akal.
Artinya, universitas belum memiliki sistem yang baik mengenai pengelolaan keuangan, kata Muhadjir.
Menurut Muhadjir, kenaikan biaya UKT setiap tahunnya tidak menjadi masalah karena sudah diputuskan berdasarkan kesepakatan di awal.
Muhajir juga mengatakan, kenaikan UKT tidak boleh dibebankan kepada mahasiswa yang sudah menempuh studi.
2. Gen Kita : Potensi Ancaman Generasi Emas Indonesia 2045.
General Manager Jenderal KAMI (Gerakan Komunitas Aktivis Milenium Indonesia), Ilham Latupono, mengkritisi kebijakan UKT.
Menurutnya, kenaikan biaya sekolah merupakan bentuk penindasan terhadap visi Indonesia Emas 2045.
“Kebangkitan UKT merupakan salah satu bentuk penindasan terhadap kepala sekolah terhadap Visi Nasional Indonesia Emas 2045.”
“Alih-alih memberikan pendidikan murah, pengelola justru menaikkan biaya sekolah,” kata Ilham dalam keterangannya, Rabu (15/05/2024).
Ia khawatir kenaikan SPP di sekolah negeri akan berdampak pada lahirnya generasi emas yang akan memimpin Indonesia kelak.
“Mahasiswa masa kini akan menjadi pemimpin bangsa dan negara ini pada tahun 2045. Bayangkan jika mereka putus kuliah karena UKT yang tiba-tiba meningkat,” ujarnya.
Berdasarkan hal tersebut, dia mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus turun tangan.
Sebaiknya Jokowi memerintahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim untuk segera membatalkan kenaikan UKT dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap layanan PTN.
Ilham pun mengaku menduga kemunculan UKT secara tiba-tiba dan mendadak merupakan upaya untuk melemahkan sebagian kelompok yang menentang kebijakan Jokowi.
Pasalnya, kenaikan biaya sekolah sebenarnya terjadi di saat situasi politik negara ini belum membaik pasca pemilu 2024.
Apalagi saat ini sedang memasuki masa pergantian kepemimpinan dari Jokowi ke Prabowo Subianto yang terpilih menjadi presiden terpilih baru.
Di sisi lain, Ilham menilai Jokowi masih memiliki komitmen besar terhadap visi Indonesia Emas 2045.
3. Anggota DPR: Jangan terburu-buru
Anggota DPR RI dari Partai PAN Guspardi Gaus menilai kenaikan UKT sebaiknya dilakukan secara bertahap, tidak tiba-tiba.
“Peningkatan UKT harus dilakukan secara bertahap, tidak tiba-tiba,” kata Guspardi, Jumat (10/5/2024).
“Selain itu, kondisi pendapatan rata-rata orang Indonesia saat ini kurang baik, kenaikan UKT yang tinggi sungguh bodoh dan tidak perlu,” lanjutnya.
Menurutnya, saat ini banyak siswa dan orang tua yang merasakan biaya sekolah di PTN.
Situasi ini harus membuat pemerintah khawatir dan harus diambil langkah tegas untuk mengatasinya, ujarnya.
Ia menilai biaya pendidikan yang tinggi membuat masyarakat miskin sulit mengakses PTN, meski ada juga yang mendapat diskon.
Namun menurutnya, dari pengalaman sejumlah mahasiswa, upaya tersebut seringkali memakan waktu lama dan tidak berhasil.
Padahal, dengan adanya usulan PTN-BH, perguruan tinggi harus bijak dalam mencari pendanaan di luar dana kemahasiswaan dan di luar subsidi pemerintah, karena tidak sepenuhnya bergantung pada APBN.
“Jangan hanya mengandalkan jumlah mahasiswa yang terdaftar. Ini bukan inti dari menjadi jurusan hukum dan jelas PTN-BH tidak berjalan sempurna,” ujarnya.
Untuk itu, kata Guspardi, perlu dilakukan evaluasi dan kajian terhadap prinsip independensi dan pembiayaan PTN.
4. Bystander: terjebak dalam pendidikan finansial
Pengamat pendidikan Satria Dharma mengatakan, semakin mahalnya biaya UKT hanya membuktikan bahwa pemerintah terjebak dalam bisnis pendidikan.
Pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan manajemen kampus PTN.
“Jika biaya sekolah semakin meningkat, itu hanya membuktikan bahwa Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Pengelola Kampus PTN, telah terjerumus ke dalam perangkap pendidikan komersial dan terlalu malas memikirkan kemajuan negara. bahasa. . kata dia, dikutip dari Kompas.com, Jumat (17 Mei 2024).
Namun, Anda memahami bahwa pendidikan tinggi bukanlah suatu pendidikan wajib yang harus digratiskan.
Namun bukan berarti pendidikan tinggi tidak bisa gratis.
Menurutnya, tidak sulit jika mereka bisa mendapatkan pendidikan tinggi gratis jika pemerintah mau berpikir dan bekerja lebih keras dari sekarang.
Ia membandingkannya dengan saat pendidikan dasar di Indonesia tidak gratis dan dianggap mustahil oleh pemerintah.
“Tapi ternyata sekarang bisa kita lakukan. Begitu pula dengan kuliah gratis, kita bisa tentukan kalau mau berpikir lebih serius,” jelas Satria.
Ia mencontohkan Jerman yang hingga saat ini bisa menggratiskan pendidikan bahkan bagi warga negara asing di negaranya sendiri.
Jadi, menurutnya, itu soal kemauan politik atau komitmen pemangku kepentingan dalam mengambil kebijakan.
5. Siswa
Protes disuarakan oleh mahasiswa dari berbagai komunitas.
Salah satu keluh kesah yang disampaikan mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) yang melakukan aksi protes terhadap mahalnya UKT di rektorat.
Selain Unsoed, mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo juga meminta rektor membatalkan UKT kelas 9.
Kepala BEM UNS Solo Agung Lucky Pradita mengatakan, UK Grup 9 kuat untuk mahasiswa.
Sebelumnya UKT di UNS hanya terbatas pada Kelompok 8.
Kebangkitan UKT baru terjadi pada tahun ini. Menurutnya, UKT di UNS sudah bertahun-tahun tidak mengalami kenaikan.
Mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan Universitas Riau (Unri) pun mengeluhkan mahalnya UKT.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Chaerul/Fahdi) (Kompas.com/Aditya Priyatna)