TRIBUNNEWS.COM – Gregorius Ronald Tannur yang didakwa melakukan penyerangan hingga tewas terhadap pacarnya, Dini Sera Afrianti, kini telah divonis bebas oleh hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur, Rabu (24/7/2024). .
Mendengar putusan hakim, Ronald Tannur malah tampak terharu dan matanya langsung berkaca-kaca.
Padahal, sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ronlad Tannur melakukan penganiayaan tersebut dan divonis 12 tahun penjara.
Sebab dianggap melanggar Pasal 388 KUHP tentang Pembunuhan.
Jaksa mendakwa Ronald Tannur atas pembunuhan Dean setelah mereka bertengkar di KTV Blackhole pada Oktober 2023.
Namun hakim kini telah mengabulkan pembebasan putra anggota DPR dari Partai Renaisans Nasional (PKB), Edward Tannur.
Putusan Pengadilan Negeri Surabaya tersebut kemudian menuai banyak kecaman dari banyak pihak, terutama dari keluarga Din yang menjadi korban kekejaman Ronald Tannur.
Berikut fakta kebebasan Ronald Tannur usai memukuli pacarnya hingga tewas. Alasan Hakim Membebaskan Ronald Tannur
Alasan hakim membebaskan Ronald Tannuri dalam kasus tersebut karena tidak ada bukti kuat yang membuktikan dia menyiksa Dini hingga tewas seperti yang dituduhkan jaksa.
“Pengadilan telah mempertimbangkan dengan matang dan tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa terdakwa bersalah sebagaimana yang didakwakan,” kata Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik saat membacakan putusannya di ruang sidang Cakra, Rabu, seperti dikutip TribunJatim.com.
Usai persidangan, Ronald Tannur menyatakan akan menyerahkan langkah selanjutnya kepada tim kuasa hukumnya.
“Nanti saya serahkan ke kuasa hukum. Yang penting Tuhan menunjukkannya,” ujarnya lega.
Kuasa hukum Ronlad Tannur, Sugianto pun menyambut baik keputusan hakim tersebut.
Menurut Sugianto, minimnya saksi yang bisa membuktikan Ronald Tannur melakukan pembunuhan menjadi faktor kunci pengambilan keputusan tersebut. Reaksi keluarga awal
Mendengar putusan hakim, tim advokat korban yang mewakili keluarga korban mengungkapkan kekecewaan mendalam.
Sebab, dinilai masih terdapat sejumlah kejanggalan terkait putusan tersebut.
Karena itu, tim kuasa hukum Balai Besar Bantuan Hukum Damar Indonesia (BBH DI) mengadukan permasalahan tersebut ke Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY) dan melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kami mewakili keluarga korban dan menyampaikan kekecewaan dan duka mendalam atas matinya keadilan di republik ini.
“Kami mengutuk keras keputusan tersebut,” kata pengacara ibu Dini Sera Afrianto, Dimas Yemahura Alfarauq, dalam jumpa pers di Sidoarjo, Kamis (25/7/2024), dikutip TribunJatim dari pihak hakim Mahkamah Agung dan ini.
Terkait putusan tersebut, kelompok hukum bersiap mengambil langkah hukum, termasuk meminta jaksa mengajukan banding.
Ia kemudian melaporkan ketiga hakim kasus tersebut ke Mahkamah Agung dan KY.
Tim kuasa hukum juga meminta hakim yang menangani perkara kasasi dalam perkara ini memeriksa kasus tersebut dengan cermat dan mempertimbangkan semua fakta yang ada.
Pihak Din juga akan melaporkan keputusan ini ke KPK, dengan harapan KPK bisa melakukan penyidikan di lembaga peradilan.
Sehingga nantinya bisa dilakukan tindakan tegas jika ditemukan bukti suap atau semacamnya.
“Dan kami meminta seluruh media, masyarakat Indonesia yang peduli terhadap perempuan dan advokasi perempuan untuk bersama-sama membela kasus ini. Agar keadilan di negeri ini terus ditegakkan,” kata Dimas. Kejati Jatim kecewa
Selain itu, menyikapi putusan hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur kecewa dengan putusan Ronald Tannur.
Kepala Kejaksaan Jatim Mia Amiati menilai keadilan belum bisa ditegakkan meski menerapkan aspek hukum dengan menggali sejumlah fakta yang ada.
Sehingga Mia memastikan Kejati Jatim akan mengambil langkah hukum yakni banding.
“Kami sangat kecewa, kami akan mengajukan upaya kasasi,” tegas Mia Amiati, Kamis (25/7/2024), seperti dilansir Kompas.com.
Mia mengatakan, jaksa berupaya mengklarifikasi fakta dan menghadirkan bukti-bukti terkait kasus pembunuhan tersebut.
Namun hakim PN Surabaya tidak mempertimbangkan hal tersebut dan malah membebaskan Ronald Tannur.
“Meski jaksa mengajukan tuntutan yang jelas atas dasar kematian, namun hakim tidak mempertimbangkan hal tersebut,” ujarnya. Dikritik oleh Jaksa Agung
Putusan bebas Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait pembebasan Ronald Tannur pun mendapat perhatian dari Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kejaksaan Agung menegaskan pertimbangan Majelis Hakim, termasuk Din, yang saat kejadian sedang dalam pengaruh minuman keras.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum), Harli Siregar, pertimbangan tersebut merupakan cerminan dari Majelis Hakim yang tidak melihat persoalan ini secara utuh.
“Bahwa mati atau matinya korban lebih disebabkan oleh pengaruh alkohol. Jadi kami melihat hakim tidak melihat itu sebagai pandangan holistik atas kejadian ini.”
Tapi hakim justru melihatnya sepotong-sepotong, kata Harli Siregar saat ditemui di Kompleks Kejaksaan Agung, Kamis (25/7/2024).
Harli mengatakan, Kejaksaan Agung juga akan mengkritisi pertimbangan Majelis Hakim yang menyebut tidak ada saksi yang melihat langsung pembunuhan tersebut.
Pertimbangan hakim melepaskan terdakwa karena tidak ada saksi yang melihat langsung kejadian tersebut.
“Itu hanya bisa berdasarkan bukti yang menyebutkan karena pengaruh alkohol atau karena tidak ada saksi,” kata Harley.
Padahal, jika dibandingkan, menurut Harli, perkara ini adalah sebuah kepingan puzzle sehingga seharusnya hakimlah yang menjadi kepingan yang merakit perkara ini hingga tuntas.
“Ini adalah teka-teki yang harus dipecahkan oleh Majelis, oleh karena itu kesaksian ini harus dipertimbangkan secara holistik,” kata Harli.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Masih Ingat Ronald Tannur? Pacarnya sebelumnya dianiaya sampai mati di karaoke, dijatuhi hukuman perampasan: tidak cukup bukti
(Tribunnews.com/Rifqah/Ashri Fadilla) (TribunJatim.com/Tony Hermawan) (Kompas.com)