Laporan jurnalis Tribunnews.com Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan meledakkan (membongkar) lima batu di Gunung Malapi di Wilayah Agam, Sumatera Barat.
Direktur Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Dr Abdul Muhari mengatakan, kegiatan tersebut dikoordinasikan antar pemangku kepentingan dalam penanganan bencana lahar hujan atau bencana Garoda di Sumbar, sesuai arahan Presiden Republik Joko Widodo. . Indonesia, salah satu dari empat perjanjian konferensi tersebut.
Ia mengatakan, tujuan pekerjaan tersebut untuk mencegah bencana lebih lanjut akibat adanya batu-batu besar di hulu yang berpotensi menghalangi aliran air.
Rencana pelaksanaan pembongkaran akan berlangsung selama empat hari yakni 29 Mei hingga 1 Juni 2024.
Tahapan tersebut dimulai dari mobilisasi alat, penempatan batuan, pengeboran dan peledakan.
Rencananya akan menyasar lima bongkahan batu andesit dengan diameter lebih dari dua meter di kawasan Agham.
Selain dengan metode peledakan batu, pekerjaan ini juga menggunakan metode penghancuran batu dengan menggunakan alat yang disebut crusher.
Pada Rabu (29 Mei 2024), petugas pembongkaran mulai memasang dan mengebor dua balok batu.
Tim pembongkaran juga menetapkan radius aman ledakan 500 meter dari lokasi pembongkaran di Batu Anji, Kecamatan Sungai Puah.
Abdul Muhari dalam siaran pers BNPB, Rabu (29 Mei 2024), mengatakan, “Pemerintah setempat berupaya menggandeng masyarakat yang berada dalam radius aman untuk mengungsi sementara selama pekerjaan pembongkaran terus dilakukan.
“Hal ini untuk menghindari sejumlah risiko yang mungkin terjadi pada saat pembongkaran, seperti terjangan atau lemparan batu, getaran dan ledakan udara atau penularan melalui udara yang dapat mengakibatkan tanah longsor,” lanjutnya. , hingga 3 Juni 2024. 15 Mei 2024). Dengan demikian total korban sebanyak 58 orang. (Tribunnews.com/Raynas Abdila)
Ia mengatakan, hal ini membantu pekerjaan pembongkaran berjalan lancar.
“Prioritas pertama TMC adalah meminimalkan curah hujan di lokasi ledakan,” kata Abdul Mohali.
Video yang dihasilkan menunjukkan tiga petugas polisi mengebor batu yang lebih tinggi dari mereka berdua.
Selain itu, keduanya juga mengenakan helm dan alat pelindung diri.
Sebuah pagar mengelilinginya.
Selain itu, petugas polisi lainnya juga mengenakan helm dan perlengkapan di sekelilingnya. Memetakan titik api potensial untuk bencana susulan
Sebelumnya, BNPB juga mengirimkan tim drone untuk melakukan pemetaan lebih luas wilayah terdampak Harado di Sumatera Barat dan memetakan potensi bencana lanjutan yang mungkin terjadi pada Minggu (26 Mei 2024).
Tim tersebut terdiri dari dua staf Biro Pemetaan dan Pengkajian Risiko Bencana BNPB, seorang pilot drone dari Asosiasi Pilot Drone Indonesia (APDI) dan seorang pilot Relawan Langit.
Tim menerbangkan tiga drone, yaitu quadcopter Autel Evo II, drone quad-rotor.
Abdul Muhari mengatakan, tim menuju lereng Gunung Malapi sisi Kabupaten Tanah Dada, dengan fokus di kawasan Sungai Jambu, Pasir Lao Vaas, dan Istana Sigarong.
Menurut dia, sungai-sungai yang mengalir dari Malapi di tiga kabupaten tersebut diduga mengandung material bebatuan sehingga menghambat aliran air dan berpotensi menghambat aliran air.
Dia mengatakan, petugas BNPB dan Forkopimda Tanah Datar sebelumnya telah melakukan pengawasan udara di tiga lokasi menggunakan helikopter.
Namun, lanjutnya, hasil yang dicapai tidak maksimal karena kendala cuaca.
Ia mengatakan, wilayah pemetaan yang digunakan kali ini biasanya mengacu pada wilayah kerja yang disusun berdasarkan analisis dan pelaporan hasil wilayah terdampak.
Area ini dapat diperiksa di halaman inaRisk.
Ia mengatakan: “Saat pengoperasian drone hari ini, cuaca mendung disertai hujan ringan. Tim berhasil mengangkat drone berwarna oranye tersebut hingga ketinggian 200 meter, seluas 40 hektar.”
Lanjutnya, “Hasil pantauan visual yang diperoleh kali ini antara lain tidak adanya batu-batu besar yang dapat menghambat aliran air di saluran sungai Jambu, Pasir Lawas, dan Sigarunggung.”
Ia mengatakan, tindak lanjut hasil pemetaan akan menjadi pedoman pelaksanaan tindakan tanggap darurat sesuai dengan empat protokol untuk penanganan lebih lanjut di Garado, Sumbar.
“Sambil aliran sungai sudah normal, dipasang perangkat Early Warning System (EWS), bendungan Saab akan dibongkar dan dibangun,” ujarnya.