TRIBUNNEWS.COM – Para pengunjuk rasa di Bangladesh memberi waktu 48 jam kepada pemerintah untuk memenuhi tuntutan baru mereka.
Menurut Sky News, para pengunjuk rasa menuntut pembebasan pemimpin protes yang ditangkap, pencabutan jam malam, dan pembukaan kembali universitas yang ditutup sejak Rabu (17/7/1014).
Belum diketahui apa jadinya jika pemerintah tidak memenuhi tuntutan para pengunjuk rasa.
Bentrokan antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan telah menyebabkan sedikitnya 147 orang tewas di seluruh negeri sejak kekerasan meletus Selasa (16/7/2024) lalu.
Ribuan orang terluka ketika pasukan keamanan menembakkan gas air mata, peluru karet, dan granat kejut untuk menghentikan demonstrasi.
Sebelumnya, Mahkamah Agung Bangladesh memenuhi tuntutan para pengunjuk rasa untuk menghilangkan kuota pekerja keturunan veteran dengan mengurangi jumlahnya.
Tuntutan tersebut muncul karena mereka yakin kuota tersebut menguntungkan sekutu partai Liga Awami yang berkuasa, yang memimpin gerakan kemerdekaan melawan Pakistan.
Mahkamah Agung memerintahkan pengurangan kuota tenaga kerja keturunan veteran dari 30 persen menjadi 5 persen, dikutip Al Jazeera, Minggu (21/7/2024).
Sisa dari alokasi kuota tenaga kerja adalah 93 persen pekerjaan yang dialokasikan berdasarkan prestasi, dan 2 persen untuk anggota etnis minoritas, transgender, dan penyandang disabilitas.
Meskipun ada perubahan, Bangladesh masih memberlakukan jam malam dan layanan internet serta seluler juga ditangguhkan.
Saat ini belum ada laporan adanya kerusuhan dan protes sejak Senin (22/7/2024) lalu.
Tubuh pun akan rileks selama tiga jam pada sore hari, lebih banyak dibandingkan hari sebelumnya yang dua jam.
Namun, tank tentara diparkir di jalan-jalan ibu kota Dhaka dan personel keamanan bersenjata juga berpatroli.
Kedutaan Besar AS di Dhaka menggambarkan situasi di sana sangat tidak stabil dan tidak dapat diprediksi.
(mg/hari)
Penulis magang di Universitas Sebelas Maret (UNS)