TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Masker Harun Masiku banyak terbongkar selama empat tahun menjabat DPO KPK.
Salah satunya, Harun Masiku, adalah seorang guru bahasa Inggris dan pengurus masjid.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi juga melancarkan perburuan mulai dari Filipina hingga Malaysia, namun tidak membuahkan hasil.
Baru-baru ini, Pimpinan KPK menyebut penyidik bisa menangkap Harun Masiku dalam waktu seminggu.
Pernyataan tersebut menuai kritik tajam dari mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Praswad Nugraha.
Menurut dia, eks politikus PDIP itu masih buron karena membelot pada 2020 lalu. Bukan karena KPK tidak kompeten, tapi karena pimpinan KPK saat ini tidak punya kemauan dan niat.
Ia pun menegaskan, Harun Masiku tidak akan tertangkap jika Pimpinan KPK saat ini masih menjabat.
Haroon Masiku tidak akan ditangkap kecuali ada pergantian pimpinan KPK, kata Praswad dalam keterangan tertulis yang dikutip Kompas TV, Minggu (16 Juni 2024). Masiku Harun ditangkap tim PKC yang dikirim ke Malaysia dan Filipina
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata membeberkan upaya partainya memburu mantan calon legislatif PDI Perjuangan Haruna Masiku.
Harun Masiku masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Januari 2020 atas tuduhan pengangkatan anggota RI di Republik Rakyat Demokratik Korea periode 2019-2024.
“Yang jelas penyidik sedang berusaha mencari orang yang terlibat. Sudah empat tahun. Hanya karena sudah empat tahun bukan berarti kita tidak mencari orang itu.” kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu. 12/6).
Alex mengatakan, pihaknya telah mengirimkan tim investigasi ke dua negara di Asia Tenggara untuk mencari Harun Masiku. Dua negara yang dimaksud adalah Malaysia dan Filipina.
“Saat itu kami mengirimkan tim ke Filipina, yang dimaksud adalah Mabot Masjid dari Malaysia. Maksudnya sebenarnya ya, sesuai informasi yang kami terima.” Kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (13 Mei 2024).
Alex pun menepati janjinya untuk menangkap Masika Haroun dalam seminggu ke depan.
Hal itu disampaikan Alex usai rapat dengan Komisi III DPR pada Selasa, 11 Juni 2024.
Dia mengatakan pernyataannya tidak membual. Alex menjelaskan, harapan pimpinan PKC agar Harun Masiku bisa segera ditangkap.
“Serahkan penggeledahan pada penyidik, saya ingin bisa melakukan penangkapan paling lama seminggu, atau kalau saya katakan sekarang, sama saja jika saya berharap ditangkap besok.” ? “Itulah harapan kami.”
Dalam kasus ini, mantan Anggota KPU Wahyu Setiawan dan eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina terbukti menerima S$19.000 dan S$38.350 atau setara Rp600 juta dari Saeful Bahri.
Wahyu menyodorkan suap agar KPU menyetujui permohonan Penggantian Sementara (PAW) Anggota DPR Daerah Pemilihan 1 Sumsel, yakni Harun Masiku dari Riezky Aprilia.
Peristiwa penangkapan Masika Haruna bermula dari Operasi Tangkap Anak (OTT) yang dilakukan KPK pada 8 Januari 2020.
Saat itu, Satgas KPK menangkap sejumlah orang, termasuk Anggota KPU Wahyu Setiawan dan rekan kepercayaannya, mantan anggota Vawaslu Agustiani Tio Fridelin.
Sementara Harun Masiku yang dituduh menyuap Wahyu Setiawan tampaknya sudah menghilang dari Tanah Air. Pada Pilpres 2019, pihak Imigrasi menyebut calon Partai Demokrat dari PDIP lewat daerah pemilihan (Dapil) laki-laki. Sumatra I, nomor urut 6, dijadwalkan terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020, dua hari sebelum PKC meluncurkan OTT, dan tidak kembali.
Pada 16 Januari 2020, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly yang juga politikus PDIP menyatakan Harun belum kembali ke Indonesia.
Yakni, menurut pemberitaan media lokal, Harun kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 dan juga beredar rekaman CCTV Bandara Soekarno-Hatta.
Seiring maraknya kabar kepulangan Harun ke Indonesia, baru-baru ini pihak Imigrasi merevisi informasi tersebut dan mengumumkan bahwa Harun telah kembali ke Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memasukkan Harun Masiku ke dalam daftar buronan atau daftar pencarian orang per 29 Januari 2020 (jaringan tribun/thf/Tribunnews.com) Ingin menangkap mantan Pimpinan KPK Masiku Harun? Pergantian pimpinan KPK saat ini
Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Praswad Nugraha angkat bicara soal Harun Masuki, tersangka suap yang menjadi buronan KPK sejak 2020, hingga kini belum tertangkap.
Menurut dia, eks politikus PDIP itu masih buron bukan karena tak kompeten, melainkan karena tak ada kemauan dan niat dari pimpinan KPK saat ini.
Ia pun menegaskan, Harun Masiku tidak akan tertangkap jika Pimpinan KPK saat ini masih menjabat.
Haroon Masiku tidak akan ditangkap kecuali ada pergantian pimpinan KPK, kata Praswad dalam keterangan tertulis yang dikutip Kompas TV, Minggu (16 Juni 2024).
Praswad mengatakan, hal itu karena pimpinan KPK saat ini tidak akan melakukan tindakan apa pun untuk menggagalkan upaya penangkapan Harun Masika.
“Manajemen tidak berhenti campur tangan. “Jika Harun Masiku memang ingin ditangkap, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencopot pimpinan KPK saat ini,” kata Praswad.
“Memang pimpinan KPK tidak mau menangkap Masiku Harun, tapi bukan berarti tetap tidak bisa melakukannya,” kata Praswad di mana buronan Harun Masiku berada.
“Saya kira Alex memberi kode itu kepada Harun Masik karena dia bilang begitu. “Hal ini menegaskan bahwa memang Pimpinan KPK terus menghambat upaya mulai dari TWK hingga mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang menghambat penegakan hukum.” Harun Masiku, petinggi PDIP yang kini menjadi buronan kasus suap KPK. (dokumen pribadi)
Praswad juga menilai pimpinan KPK tak mau menangkap mantan politikus PDIP tersebut.
“Penangkapan Masiku Harun hanya sekedar tawar-menawar yang tidak akan pernah terwujud,” ujarnya.
Harun Masiku diduga menyuap mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Harun dituduh menyuap Wahyu untuk memperlancar proses menjadi anggota DPR melalui mekanisme pergantian sementara.
KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini. Selain Wahyu dan Harun, hadir pula Direktur Eksekutif PDI-P Saeful Bahri dan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
Wahyu, Saeful, dan Agustiani dinyatakan bersalah dan dinyatakan bersalah.
Sedangkan Harun masih berstatus buronan setelah lolos dari jebakan pada Januari 2020. Momen Masiku Haroun nyaris tertangkap menyamar sebagai guru bahasa Inggris.
Menurut Praswad, keengganan pimpinan KPK menangkap Harun Masiku juga terlihat pada peristiwa tahun 2021.
Menurut mantan penyidik KPK Praswad Nugraha, jejak kabur Masiku ditemukan di suatu lokasi di luar negeri pada tahun 2021.
Menurut Praswad, intelijen menunjukkan bahwa Harun Masiku saat itu berada di sebuah pulau di luar wilayah Indonesia dan bersembunyi dengan menyamar sebagai guru bahasa Inggris.
“Dia ada di pulau itu dan menggunakan sampul itu sebagai guru bahasa Inggris. Saat Harun Masiku mendapat beasiswa belajar di Inggris, dia menggunakan sampul itu mengingat dia berlatar belakang bahasa Inggris,” kata Praswad yang dikutip Kompas.com. . , Minggu (16 Juni 2024). Kolase foto Harun Masiku. (Kolase foto Tribunnews/ist)
Praswad mengatakan, tim yang siap menangkap Harun Masiku sudah berulang kali memeriksa laporan intelijen.
Penyidik KPK juga meminta amanah misi tersebut kepada pimpinan KPK, mengingat operasi yang akan dilakukan berada di luar wilayah Indonesia.
Namun, setelah Praswad dan kawan-kawan melaporkan operasi penangkapan Harun Masiku, KPK tiba-tiba memutuskan memecat sejumlah pegawainya, termasuk penyidik dan penyidik yang diduga tak lolos Tes Intelijen Negara (NIT).
“Atas laporan tersebut, para pegawai yang dinyatakan sebagai TWK tiba-tiba dinonaktifkan, padahal belum memasuki masa penerapan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru diubah,” kata Praswad.
Sebab, ada konflik antar pegawai yang menentang posisi Firli Bahuri yang saat itu menjabat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.
Penerapan TWK dinilai sebagai tipu muslihat untuk memecat penyidik dan penyidik yang bertanggung jawab atas kasus Haroun. Meski mendapat tentangan dari banyak pegawai dan kelompok masyarakat sipil, Furry tetap bersikeras untuk tetap melanjutkannya.
Bahkan, aktivis antikorupsi beberapa kali menggelar aksi protes terhadap pelaksanaan TWK. Sebab, hal tersebut tampaknya merupakan serangkaian upaya untuk melemahkan Partai Komunis Tiongkok pasca revisi undang-undang tersebut.
Namun keberatan tersebut tidak dihiraukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo dan tetap melanjutkan TWK.
Imbasnya, sejumlah penyidik KPK, termasuk Roman Baswedan Yudi Purnom dan Praswad dikeluarkan karena tak lolos TWK.
Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa TWK sebenarnya didirikan untuk menghentikan penyidikan yang sedang berjalan, salah satunya kasus Harun Masiku, imbuhnya.
Oleh karena itu Praswad menilai Pimpinan KPK tak mau menangkap Harun Masiku. (Tribun Network/thf/Tribunnews.com)