TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat selama empat hari perdagangan berturut-turut hingga Jumat (12/7). IHSG berada di level 7.327,58 setelah pada pekan sebelumnya menguat 1,02 persen.
Meski tren pasar saham pada awal semester II-2024 terlihat meyakinkan, namun investor patut berhati-hati. Sebab IHSG belum sepenuhnya aman di zona hijau menuju level tertingginya (all time high) lagi, di posisi 7.454,44.
Pakar keuangan Ajaib Sekurita Ratih Mustikoningsih mengatakan IHSG terdongkrak oleh pulihnya saham-saham berkapitalisasi besar. Ada banyak katalis dalam dan luar negeri yang memberikan angin segar ke pasar saham.
Pertama, penguatan nilai tukar rupiah yang kembali ke level Rp 16.154 per dolar AS turut mendorong akselerasi IHSG. Kedua, reli IHSG terdorong oleh sinyal positif Amerika Serikat terhadap kemungkinan The Fed memangkas suku bunga acuan di akhir kuartal III 2024.
Pelaku pasar memperkirakan penurunan suku bunga akan terjadi pada September 2024. Sementara itu, laju inflasi AS pada Juni 2024 menurun menjadi 3% dari posisi bulan sebelumnya sebesar 3,3%, namun masih di bawah ekspektasi konsensus sebesar 3,1%.
Alasan ekspektasi pelaku pasar juga disebutkan bahwa mereka berusaha tertipu dengan pidato Jerome Powell di depan Kongres. Powell mencatat bahwa bank sentral akan mulai menurunkan suku bunga ke level targetnya. Tidak perlu menunggu sampai sampai terjatuh,” jelas Ratih. Kepada Kontan.co.id, Minggu (14/7).
Analis dan aktivis pasar modal Ruska Afrini sependapat bahwa penguatan nilai tukar rupee dan ekspektasi The Fed akan menurunkan suku bunga menjadi sentimen utama. Menguatnya nilai tukar rupiah menandakan kebijakan moneter Bank Indonesia berada pada jalur yang tepat.
Di sisi lain, cadangan devisa Indonesia meningkat menjadi 140,2 miliar dolar AS pada Juni 2024 sehingga meningkatkan kepercayaan investor di dalam negeri. Deputi Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menambahkan, kajian regulasi pasar modal juga menjadi katalis penting, selain faktor makroekonomi dan pedoman kebijakan moneter.
Kombinasi dari berbagai katalis ini menghasilkan pemulihan pasar. “Hal ini memberikan angin segar bagi investor untuk mulai memasuki pasar saham dan obligasi kembali,” jelas Nico.
Sementara itu, Analis bersertifikat Elliott Wave Master Conca Heta Solveira Daniel Agustin mengamati ada unsur antisipasi investor terkait rilis hasil keuangan emiten kuartal II 2024. Artinya, dalam jangka menengah IHSG berpotensi menguat dan kembali ke level tertinggi sepanjang masa.
Meski demikian, Daniel mencatat, dalam jangka pendek IHSG masih bisa dibanggakan membaik. Nico pun melihat hal serupa, pergerakan GCI ke level tertinggi sepanjang masa masih belum bisa dipastikan sepenuhnya.
Kiwoom Sekuritas Oktavianus Head of Customer Literacy and Education Audi juga menyoroti posisi IHSG yang berpeluang membaik, dengan beberapa sentimen berbobot. Pertama, ketika kinerja emiten, terutama yang termasuk dalam kategori saham blue chip, tidak sesuai ekspektasi pasar.
Kedua, kemampuan pelonggaran kebijakan moneter mendapat respon pasar, dengan usulan penurunan suku bunga acuan pada tahun ini masih sebesar 50 basis poin (bps). Dengan penurunan sebesar 50 bps, suku bunga masih tergolong tinggi.
Jika ada peluang penurunan suku bunga lebih besar dari perkiraan saat ini, maka IHSG punya cukup tenaga untuk menembus level 7.400 atau mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.
“Meskipun ada kemungkinan terjadinya perubahan makro ekonomi pada awal semester II, namun hal tersebut sudah dihargakan di pasar dan perlu konfirmasi lebih lanjut untuk melewati kisaran delivery IHSG di level 7.250 – 7.370,” jelas Audi.
Oleh karena itu, Audi memperkirakan IHSG berpotensi tinggi untuk kembali mencatatkan rekor tertingginya pada kuartal IV 2024. Katalis penggeraknya adalah realisasi penurunan suku bunga, yang bertepatan dengan transisi pemerintahan baru dan siklus komoditas pada akhir tahun.
Sementara itu, Ruska melihat potensi IHSG kembali mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa pada kuartal III 2024, atau setelah September. Hasil laporan keuangan emiten akan menjadi faktor penting. “IHSG bisa naik terus jika sesuai ekspektasi. Kalau tidak, investor harus wait and see dulu,” kata Ruska. Rekomendasi stok
Di tengah posisi IHSG saat ini dan beragamnya sentimen yang menyertainya, Ruska menyarankan menunggu momentum korektif pada saham-saham berkapitalisasi besar. Menurut Riska, pelaku pasar tidak perlu khawatir karena koreksi tersebut masih sehat.
Sebagai pilihan investasi jangka panjang, Riska merekomendasikan pembelian empat saham bank besar: PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) ) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Jadi untuk saham-saham berkapitalisasi menengah, Anda bisa fokus pada saham-saham real estat dan konstruksi, yang mencoba membalikkan tren. Saham preferennya adalah PT PP (Persero) Tbk (PTPP), PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON).
Selain itu, Daniel mengingatkan, dalam jangka pendek IHSG akan menguji level 7.220 dan resistance 7.350, Daniel optimistis IHSG masih bisa parkir di level 7.400 – 7.500 di akhir tahun 2024.
Menurut Daniel, pertimbangkan untuk menjual pada kekuatan terlebih dahulu, baru kemudian menjual ketika terjadi koreksi. Untuk sepekan ke depan (15 Juli – 19 Juli 2024), Ratih memperkirakan IHSG akan bergerak mixed dan mencoba membatasi pada kisaran support 7.230 dan memperkuat resistance 7.450.
Ratih merekomendasikan saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR). Target harga masing-masing menahan resistensi di Rp3.380 untuk TLKM, Rp2.650 untuk BRIS, dan Rp4.300 untuk SMGR.
Sementara itu, Audi mewanti-wanti kemungkinan terjadinya aksi ambil untung sehingga kita bisa wait and see dulu dengan mengharapkan koreksi yang sehat pada IHSG. Selain itu, investor dapat menimbun sektor-sektor yang memiliki prospek menarik pada Semester II-2024 yaitu keuangan, energi, real estate, dan telekomunikasi.
REKOMENDASI BELI SAHAM AUDI BMRI (Target Harga: Rp 6.900), BBCA (Rp 10.600), BBRI (Rp 5.500), TLKM (3.750), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) 1 dengan target Rp 240 tetap dipertahankan dan memegang saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dengan target harga 2.880 per saham (Rizwan Nanda Maulana/YT Rahmouti)
Sumber: Uang Tunai