TRIBUNNEWS.COM – Direktur Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Prihasto Setyanto dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus pilih kasih dan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Gedung DPR. Pengadilan Kriminal (Tipikor), Jakarta.
Saat bersaksi di persidangan, Prihasti mengungkapkan, SYL sempat meminta agar dibelikan baju koko dengan harga bagus.
“Bantu juga beli kaos atau kepompong. Saksi masih ingat?” meminta hakim KPK, Ikhsan Fernandi, mendatangi Prihasto.
“Ada informasi yang saya terima dari Bu Sesdit,” jawab Prihasto.
Hakim membacakan berita acara sidang (BAP) Prihasto saat perkara disidangkan.
Dalam BAP, Prihasto menjelaskan, uang yang dibutuhkan untuk pembelian baju koko mencapai Rp 27 juta.
Permohonan diajukan pihak sekolah kepada Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian dan disetujui.
“Ya, seperti pada lampiran nomor 09 ya, di halaman 17 nomor 9 tertulis Havebrug 27 juta kroner, benarkah saksi?” tanya pengacara itu.
Tepat sekali, kata Prihasto, Rabu (15/5/2024).
Prihasto mendapat informasi permintaan tersebut dari sekretarisnya di Direktorat Jenderal Hortikultura.
“Kami baru mendapat laporan dari Ibu Sesdit bahwa ada permintaan untuk itu,” kata Prihasto.
“Ya. Uang, semua hadiah adalah uang?” hakim meminta konfirmasi.
“Semua uangnya,” jawab Prihasto. Anda diminta membayar untuk pemasangan Bukber
Selain itu, Prihasto juga mengatakan SYL meminta uang untuk acara mogok makan (bukber).
SYL meminta uang sebesar Rp30 juta untuk bucker tersebut kepada anak buahnya yang merupakan pejabat Eselon I Kementerian Pertanian.
“Ini juga berlaku untuk Bukber, berbuka puasa, adakah yang memintanya?” tanya Jaksa Penuntut Umum KPK Ikhsan Fernandi sambil membenarkan BAP sebagai alat bukti Prihasto.
“Tepat sekali,” jawab Prihasto.
Jumlah yang diminta bandar mencapai Rp 30 juta.
Namun Prihasto tak membeberkan berapa kali acara bubber itu dimintai uang.
“Sesuai BAP, tes nomor 36 itu 30 juta ya?” kata pengacara itu.
“Iya benar,” kata saksi Prihasto.
Menurut Prihasto, pihaknya sudah memenuhi permintaan tersebut secara finansial.
“Apakah ada hadiah uang tunai?” tanya pengacara itu.
“Itu hanya uang,” jawab Prihasto. Pelajaran sistem suara
Hal lain yang terungkap, putri SYL, Indira Chunda Thita Syahrul (Thita), diduga mendapat kompensasi sebesar sepuluh juta atas pembelian pengeras suara Kementerian Pertanian.
Fakta tersebut baru-baru ini diungkapkan Sekretaris Direktur Jenderal Pangan Kementerian Pertanian Bambang Pamuji saat memaparkan kasus SYL di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu.
Bermula dari aduan yang membenarkan BAP Bambang saat kasus SYL disidangkan.
Di sini, tabel keuangan ditampilkan tim JPU KPK di ruang sidang melalui layar proyektor.
Dari tabel tersebut terlihat bahwa DKK 21 juta dapat diminta untuk membayar sound system. Rp.
“Tadi angka 11 berbunyi tanggal 16 November 21 juta. Bisakah saksi menjelaskan maksudnya?” meminta hakim KPK, Ikhsan Fernandi, mendatangi Bambang.
“Suara untuk beli nada dering pak. Tagihan untuk beli nada dering,” jawab saksi Bambang.
“Siapa yang membelinya?”
“Kalau tidak salah Bu Thita Pak. Bu Thita itu putri Pak SYL Pak,” kata Bambang.
Permintaan restorasi sound system tersebut, kata Bambang, dilakukan melalui asisten SYL, Panji Hartanto.
“Kalau sebelumnya Anda membeli vokal Bu Thita, siapa yang bertanya?” kata pengacara itu.
“Pak Panji,” kata Bambang. Transfer gen SYL diminta
Bambang pun mengaku disuruh SYL untuk mewariskan cucunya, Andi Tenri Bilang Radisyah, dengan menggunakan uang Kementerian Pertanian.
Fakta tersebut terlihat dari tabel aliran keuangan Kementerian Pertanian, khususnya Direktorat Tanaman Pangan, yang disampaikan pada sidang Rabu.
Hakim KPK pun membenarkan meja tersebut kepada Bambang, lalu membenarkan kepadanya bahwa uang sebesar 20 juta dolar telah ditransfer ke Tenri, cucu SYL.
“Kembali ke ringkasan sebelumnya. Nomor 12. Tadi ditransfer Rp 20 juta. Host A Tenri bilang Radisyah. Siapa? Saksi bisa menjelaskan?” tanya pengacara KPK, Ikhsan Fernandi, kepada saksi.
Setahu saya itu cucunya Pak, jawab saksi Bambang.
Perintah transfer 20 juta Rp. dipindahkan oleh SYL melalui asistennya Panji Hartanto.
Bambang juga mendapat nomor silsilah SYL melalui Panji.
“Siapa yang pesan? Rp 20 juta habisnya untuk apa? Nanti dipakai apa, cucu menteri?” tanya pengacara itu
“Seingat saya Pak Panji,” jawab saksi.
“Langsung ke catatan? Siapa yang memberimu nomornya?” kata pengacara itu.
“Kalau tidak salah Pak Panji.”
Sebelumnya, SYL dituduh menggelapkan Rp44,5 miliar dan menerima hadiah hingga Rp40 miliar selama periode 2020-2023.
SYL didakwa bersama anak buahnya: Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian, Muhammad Hatta dan Sekretaris Pertama (Sekjen) Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono.
Perbuatan para terdakwa bertentangan dengan Pasal 12(e) atau (f) dan Pasal 12B yang dibaca dengan Pasal 18 UU 31 Tahun 1999 dibaca dengan UU 20 Tahun 2001 tentang UU Pemberantasan Tipikor yang dibaca dengan Pasal 55(2). KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Keluhan kedua:
Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto KUHP Pasal 55 ayat. 1, 1 juncto KUHP pasal 64 pasal
Keluhan ketiga:
Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 par. 1, 1 KUHP dengan KUHP Pasal 64 pasal
(Tribunnews.com/Rifqah/Ashri Fadilla)