TRIBUNNEWS.COM – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah barang milik Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto.
Sementara itu, barang-barang tersebut disita saat Hasto diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap terkait pengangkatan anggota RI di Republik Demokratik Rakyat Korea periode 2019-2024, dimana tersangka adalah mantan calon legislatif PDIP Harun Masiko. /Juni 2024).
Barang yang disita KPK dari Hastu dikabarkan adalah dua buah telepon genggam miliknya.
Selain itu, penyidik KPK juga menyita daftar dan agenda Asto.
Keempat benda tersebut diamankan pegawai Hesto Kusnadi yang kemudian dipanggil ke lantai dua kantor kejaksaan oleh penyidik KPK.
Saat itu, penyidik KPK meminta Kusnadi menyerahkan tas dan perlengkapan Asto.
“Dalam pemeriksaan penyidik menanyakan di mana alat komunikasi saksi H (Hasto) dan saksi menjawab alat komunikasi itu dengan pegawainya,” kata Juru Bicara KPK Budi Prestio di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Saya jawab ada,” ujarnya, 6 Oktober 2024).
Bodi menjelaskan, penyitaan benda-benda tersebut untuk kepentingan penyidikan.
Barang-barang tersebut nantinya akan menjadi alat bukti untuk membuktikan adanya perkara pidana korupsi (tipikor).
“Penyitaan telepon genggam Saudara H merupakan bagian dari amanah penyidik untuk mencari bukti-bukti kasus korupsi yang dimaksud,” jelas Bodi.
Bodi juga menegaskan, KPK menangkap Asto sesuai prosedur.
Bahkan, KPK juga mengeluarkan surat perintah dan melakukan penggeledahan serta penyitaan.
Penyitaan yang dilakukan KPK dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku dan disertai surat perintah penyitaan, kata Bodi, seperti dilansir Kompas.com, Senin. Hasto menyatakan penolakannya terhadap konsep KPK
Terkait penyitaan sejumlah barang miliknya, Hasto menyatakan keberatan.
Pasalnya, statusnya saat ini masih berstatus saksi.
Padahal, menurut Hasto, penyitaan merupakan salah satu bentuk jaminan legalitas.
Sementara Hasto mengaku tidak didampingi kuasa hukumnya saat penggeledahan dan penyitaan.
“Kami menentang telepon seluler karena disita dan semuanya harus sesuai hukum acara pidana,” ujarnya.
“Karena ini merupakan tindakan untuk melindungi keadilan, maka hak untuk mendapatkan nasihat hukum harus dijunjung tinggi oleh para penegak hukum,” kata Hasto. Rencananya akan diajukan untuk sidang pendahuluan
Hasto melalui kuasa hukumnya berencana mengajukan gugatan pendahuluan ke pengadilan terkait penyitaan dan penggeledahan telepon genggamnya oleh penyidik KPK.
Kuasa hukum Hasto, Roni Telepsi menduga ada pelanggaran yang dilakukan terhadap Kusnadi oleh penyidik KPK bernama Kompol Rusa Purvo Bakti saat pemeriksaan dilakukan di KPK.
Karena itu, Rooney keberatan dengan tindakan penyidik KPK Rosa Forvo Bakti yang menggeledah dan menyita ponsel Asto melalui pegawainya.
Rooney mengatakan, tindakan tersebut bisa dianggap pelanggaran hukum karena tidak sesuai dengan prosedur pidana.
“Penangkapan saudara Kusnadi melanggar Pasal 33 KUHP karena tidak ada putusan dari pengadilan negeri.”
“Penggeledahan saat itu adalah penggeledahan badan. Dan menurut kami, penyitaan tersebut juga melanggar Pasal 39 KUHP yang mengacu pada penyitaan,” kata Rooney dalam jumpa pers yang digelar di Kantor DPP PDIP di Jalan Dipungoro, Menteng, Pusat. Jakarta. Senin.
Oleh karena itu, kita harus sampaikan kepada masyarakat bahwa kita menghormati penegakan hukum komisi antirasuah, namun kita menentang cara-cara yang melanggar hukum, imbuhnya.
Menurut Rooney, barang yang disita dari Kusnadi merupakan barang pribadi yang tidak ada kaitannya dengan kasus peti mati Masiko.
Bahkan, barang milik asisten Asto juga turut disita, yakni ponsel milik Kusnadi dan rekening tabungan senilai Rp700.000.
“Ini tidak ada hubungannya dengan pengembalian atau kasus yang diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujarnya.
Berdasarkan hal tersebut, pihak Roni mengumumkan akan mengambil langkah hukum, antara lain melaporkan penyidik tersebut ke Panitia Debat Pemberantasan Korupsi dan mengajukan sidang pendahuluan.
Oleh karena itu, langkah yang kami ambil akan segera kami laporkan kepada Dewas, Dewan Pengawas KPK yang pertama.
Kedua, kami akan mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk sidang pendahuluan, jelas Roni.
(Tribunnews.com/Rifqah/Fransiskus Ashiyuda/Ilham Rian) (Kompas.com)