3 Fakta 51 Siswa SMP di Depok Gagal Masuk SMA Negeri Diduga Mark Up Nilai, Ini Kata Dinas Pendidikan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Berikut lima fakta dugaan skandal 51 siswa yang tidak lolos Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024.

Pengajuan Pengampunan Siswa (CPD) dilakukan karena hanya siswa SMPN 19 Depok yang dipastikan sudah “menandatangani” atau membersihkan rapor. 1. Disertifikasi oleh Dinas Pendidikan Kota Depok

Kepala Dinas Pendidikan Negeri (Kadisdik) Depok, Siti Chaerijah membenarkan pengurus CPD diterima di SMAN.

“Kami sedang mengkaji keputusan rapat koordinasi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ristek terkait pembatalan CPD yang diterima di SMAN,” kata Siti saat dikonfirmasi awak media, Selasa (16/7/2024). ). .

Setelah pelepasan 51 lulusan CPD SMPN 19 Depok yang disetujui oleh 8 SMAN;

1. SMAN 1 sebanyak 21 BPK.

2. SMAN II dengan II BPK.

3. SMAN 3 kali 5 BPK.

4. SMAN 4 sebanyak 1 CPD.

5. SMAN 5 kali 4 BPK.

6. SMAN 6 dengan 9 BPK.

7. SMAN 12 kali 5 BPK.

8. SMAN 14 kali 4 BPK.

Siti mengatakan pihaknya akan mengizinkan 51 CPD yang didiskualifikasi dari SMAN untuk mendirikan sekolah swasta baru.

Mereka dilarang masuk SMAN karena nilainya tidak sesuai standar pelaporan nilai yang dipasang pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

“Nilai-nilai yang tertera di sistem PPDB berbeda dengan nilai-nilai yang ada di e-report,” tutupnya.  2. Akui kesalahan Anda

Kepala SMPN 19 Depok, Nenden Eveline Agustina angkat bicara mengenai 51 lulusan yang ditolak dari delapan SMA karena nilai rapornya buruk.

Eveline mengakui dia melakukan kesalahan dan itu adalah hasil yang bisa diterima.

“Iya, kami sudah melalui prosesnya, kami akui salah dan kami siap menghadapi konsekuensinya bersama Kementerian Pendidikan,” kata Eveline, Selasa (16/7/2024).

Eveline mengatakan, kasus dikeluarkannya 19 siswa SMPN Depok dari delapan SMAN tersebut ditangani Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi serta Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok. 51 calon siswa lulusan SMPN 19 Depok dipindahkan dari SMAN 8 karena mencatat nilainya. (TribunnewsDepok.com/M Rifqi Ibnumasy)

“Semuanya sudah kami serahkan ke Irjen Kemendikbud Ristek” dan di situ dijelaskan. 3. Metode pencucian harga

Ada 51 siswa di Depok yang tidak bisa masuk SMA di kota itu karena kedapatan menyalahgunakan rapor dengan menaikkan nilai hingga 20 persen di atas nilai awal.

Jadi Kemendikbud buka (data), kalau tidak salah rata-rata nilainya naik 20 persen, dan naik email sekitar 20 persen, kata CEO harian Dinas Pendidikan Jabar itu. (Kadisdik) Mochamad Ade Afriandi saat melalui link Kompas.com, Selasa (16/7/2024).

Ade mengatakan, sangat disayangkan hal tersebut terjadi di wilayah Kota Depok. Selain itu, nilai siswa sebenarnya masih bagus dan masuk dalam kategori lolos penerimaan peserta didik baru (PPDB).

“Walaupun tidak perlu cuci rapor (tingkat penyalahgunaannya), tapi dengan cara ini nyata. Peluangnya pasti bisa sampai (ke negara bagian sekolah),” kata Ade.

“Tapi kalau kelihatannya ya, namanya diperbesar (ditingkatkan nilainya) supaya lebih yakin (agar bisa diterima),” ujarnya.

Kecurangan tersebut, menurut keterangan Ade, diketahui pihaknya saat bertemu dengan Irjen (Irjen) Kemendikbud, Jumat (12/7/2024).

Hal inilah yang menyebabkan Dinas Pendidikan Jabar melarang 51 siswanya mengikuti kegiatan pengenalan lingkungan hidup sekolah (MPLS) di sekolah.

Sebenarnya hari Sabtu dan Minggu juga diperpanjang, siswa tidak dipanggil untuk pra MPLS, kata Ade.

Namun setelah dibatalkan, Dinas Pendidikan Jabar terkait SMA Negeri tersebut memutuskan mengirimkan surat pembatalan kepada seluruh siswa di sekolah tersebut pada hari pertama Senin (15/7/2024).

“Nah, bagi kami kalau tidak jelas, kalau tidak jujur, tidak mungkin kami melanjutkan (anak kami bersekolah),” jelas Ade.

Selain identitas pengguna yang dikoreksi, Irjen Kemendikbud juga menemukan informasi adanya 51 siswa yang terlibat aksi kriminal dari satu sekolah yakni SMPN 19 Depok.

“Siswa SMP ada tiga ratus orang, namun pada akhirnya ditemukan ada 51 siswa yang “mencuci kertas rapor” (tingkat pengobatan). Demikian informasi yang disampaikan Irjen Kemendikbudristek,” lanjut Ade.

Bersamaan dengan itu, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (Jabar) membawa Gubernur Jawa Barat untuk melaporkan hal tersebut dan menyerahkannya kepada Pemerintah Daerah Depok. (Tribun Depok/Kompas.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *