Jurnalis TribuneNews, Ibriza Fasti Ifami melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – 28 warga negara asing (WNA) korban tindak pidana perdagangan orang (TPPM) disebut telah membayar biaya sebesar Rp 65 juta kepada sindikat agar bisa bekerja di Australia.
Diketahui, dua tersangka TPPM warga negara Indonesia (WNI), DH dan MA, ditangkap dan ditahan Direktorat Jenderal Imigrasi.
Safar Muhammad Godam, Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Direktorat Jenderal Imigrasi mengungkapkan, korban sindikat TPPM dikenakan pajak sekitar Rp60 hingga Rp65 juta per orang.
Yang pasti, menurut keterangan korban, ia membayar dengan jumlah yang cukup besar, sehingga jumlahnya kurang lebih US$8.000 per orang, kata Godam dalam jumpa pers penangkapan kedua WNI tersebut. Warga negara tersangka kasus pidana perdagangan orang (TPPM), Gedung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Batavia, Kamis (8/8/2024).
Lalu ada juga yang bayar ke pengembang. Kalau dihitung Rp, sekitar Rp 60-Rp 65 juta, katanya.
Ke-28 korban tersebut adalah laki-laki dan perempuan. Mereka termasuk 23 warga negara Bangladesh, empat warga negara Republik Rakyat Tiongkok, dan satu warga negara India.
Usia korban berkisar antara 18 hingga 34 tahun. Pihak gudang mengatakan tidak ada indikasi pekerja seks dipekerjakan.
“Mereka lahir dari berabad-abad yang lalu. Jadi mereka hanya mencari kehidupan yang lebih baik dan ingin mendapatkan cukup uang untuk membayar sindikat perdagangan manusia,” katanya.
Namun Direktorat Jenderal Imigrasi masih menyelidiki besaran keuntungan yang diperoleh dari kegiatan yang dilakukan TPPM.
“Yang pasti mereka hanya sebagian kecil dari total sindikat tersebut. Makanya kami mohon kerjasamanya juga untuk mengikuti pemain top atau pemain yang lebih tinggi,” kata Godam.
Diketahui, DH dan MA melakukan penipuan menerima 28 imigran gelap ke Australia pada Rabu 7 Agustus 2014.
Kasus tersebut mulai terungkap akhir Juni lalu, saat Tim Inteldakim dan Inteldakim Keimigrasian (Tim Inteldakim) Kelas 2 Non-TPI Kantor Imigrasi Sukabumi menangkap 28 warga negara asing (WNA) dan dua warga negara Indonesia (WNI) yang menyerahkan Went. Oleh Polres Sukabumi pada Minggu 30 Juni 2014 lalu.
Mereka ditemukan di Pantai Muara Sikasso, Sukabumi pada Sabtu, 29 Juni 2024 oleh warga sekitar yang diduga melanggar aturan imigrasi.
Kasus tersebut kemudian dilimpahkan ke Direktorat Jenderal Pengawasan dan Penindakan Imigrasi.
Berdasarkan pemeriksaan, mereka berangkat dari Pelabuhan Silacap menuju Australia pada 16 Juni 2024 dengan kapal yang dioperasikan oleh dua warga negara Indonesia berinisial DH dan MA, kata Godam.
Para korban sebelumnya ditangkap di Sukabumi oleh petugas perlindungan perbatasan Australia, kata Godam.
Mereka juga diminta kembali ke yurisdiksi Indonesia.
“Pada tanggal 18 Juni 2024, dia ditangkap oleh Australian Border Force (ABF) dan ditahan hingga akhirnya diminta kembali ke wilayah Indonesia dengan menggunakan kapal penyelamat ABF, Kabupaten Sukabumi. .
Lebih lanjut, Godam mengatakan, temuan penyelidikan dan analisis bukti digital menunjukkan DH dan MA dengan sengaja dan sistematis membawa 28 orang asing ke Birth Island di Australia tanpa melewati pos pemeriksaan imigrasi Indonesia atau Australia dan tanpa visa. Masuk Australia.
Kata dia, karena fakta dan bukti yang cukup, kasus tersebut dibawa ke tahap penyidikan pada 7 Agustus 2024, yang dilanjutkan dengan penangkapan dan penahanan terhadap DH dan MA.
Sementara itu, petugas imigrasi masih menelusuri operasi tindak pidana perdagangan manusia (TPPM) yang efisien tersebut.
“Kami masih dalam proses mencari dalang kasus ini. Kami juga berkoordinasi dengan Duta Besar Australia untuk membongkar sindikat TPPM ini dan menghentikan sindikat manusia internasional dari Indonesia ke Australia,” kata gudang tersebut.