2 Menteri Israel Ancam Mundur karena Usulan Gencatan Senjata, Bakal Runtuhkan Koalisi Pemerintahan

TRIBUNNEWS.COM – Dua menteri sayap kanan Israel mengancam akan mengundurkan diri jika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyetujui proposal gencatan senjata di Gaza.

Ancaman pengunduran diri diungkapkan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir.

Mereka pun mengancam akan menghancurkan koalisi pemerintahan jika Netanyahu menyetujui usulan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, pada Jumat (31/5/2024).

Bezalel Smotrich dan Itamar Ben-Gvir mengatakan mereka menentang perjanjian apa pun sebelum Hamas dihancurkan.

Pada Sabtu (1/6/2024), Smotrich mengungkap pembicaraannya dengan Netanyahu.

“Tidak ada bagian dari pemerintah yang akan menyetujui rencana yang diusulkan dan mengakhiri perang tanpa menghancurkan Hamas dan mengembalikan semua sandera,” kata Smotrich kepada Netanyahu, seperti dilaporkan BBC.

Di sisi lain, ia berjanji akan “membubarkan pemerintah” alih-alih menyetujui usulan tersebut.

Sementara itu

Yair Lapid adalah salah satu politisi oposisi Israel paling berpengaruh.

Dia dengan cepat menawarkan dukungannya kepada perdana menteri kontroversial itu.

Partai Yesh Atid yang dipimpinnya memiliki 24 kursi.

“Netanyahu memiliki jaring pengaman untuk situasi penyanderaan jika Ben-Gvir dan Smotrich meninggalkan pemerintahan,” kata Yair Lapid. Pernyataan dari Joe Biden

Presiden AS Joe Biden menghadapi tekanan dan kritik yang semakin besar atas dukungannya terhadap upaya perang Israel.

Dalam konferensi pers di Gedung Putih Jumat sore, Joe Biden mengatakan Israel telah membuat proposal baru yang komprehensif untuk mengakhiri perang.

“Ini adalah peta jalan menuju gencatan senjata yang langgeng,” ujarnya kepada wartawan, seperti dikutip Al Jazeera.

Joe Biden mengatakan usulan tersebut mencakup tiga tahap.

Fase pertama berlangsung enam minggu.

Hal ini mencakup gencatan senjata penuh dan komprehensif, serta penarikan pasukan Israel dari seluruh wilayah berpenduduk di Gaza.

Fase pertama juga mencakup banyak tahanan yang ditahan di Jalur Gaza, termasuk perempuan dan orang lanjut usia, yang akan dibebaskan dengan imbalan ratusan tahanan Palestina di Israel.

Sementara itu, bantuan kemanusiaan mengalir ke Gaza.

“Ada sandera Amerika yang telah dibebaskan pada tahap ini dan kami ingin mereka pulang,” kata Biden.

Dia menambahkan bahwa Qatar mengajukan proposal tersebut kepada kelompok Palestina Hamas, yang menguasai Gaza. Asap mengepul dari kamp darurat pengungsi Palestina di kawasan Tel al-Sultan Rafah di selatan Jalur Gaza pada 30 Mei 2024. (AFP/EYAD BABA) Tanggapan Hamas

Dalam pernyataan yang dibagikan di Telegram pada Jumat malam, Hamas mengatakan pihaknya menyambut baik pernyataan Biden dan seruannya untuk gencatan senjata permanen, penarikan pasukan pendudukan Israel dari Jalur Gaza, serta rekonstruksi dan pertukaran tahanan.

Kelompok tersebut juga menyatakan bahwa mereka siap untuk menanggapi secara positif dan konstruktif setiap usulan yang mencakup langkah-langkah tersebut, serta pemulangan warga Palestina yang terlantar ke rumah mereka di Gaza.

Namun, pada saat itulah Israel juga secara jelas berkomitmen untuk melakukan hal tersebut.

FYI: Koalisi sayap kanan Netanyahu memiliki mayoritas tipis di parlemen.

Netanyahu mengandalkan beberapa faksi, termasuk partai Otzma Yehudit (Kekuatan Yahudi) pimpinan Ben-Gvir, yang memiliki enam kursi, dan partai Zionisme Religius pimpinan Smotrich, yang memiliki tujuh kursi, untuk mempertahankan kekuasaan.

Netanyahu sendiri menekankan bahwa tidak akan ada gencatan senjata permanen sampai kemampuan militer dan pemerintahan Hamas dihancurkan dan seluruh sandera dibebaskan.

Proposal tiga bagian Biden akan dimulai dengan gencatan senjata enam minggu di mana Pasukan Pertahanan Israel (IDF) akan menarik diri dari wilayah berpenduduk Gaza.

Perjanjian tersebut pada akhirnya akan mengarah pada pembebasan semua sandera, penghentian permusuhan secara definitif, dan rencana rekonstruksi besar-besaran di Gaza.

(Tribunnews.com/Nuryanti)

Berita lainnya terkait konflik Palestina dan Israel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *