TRIBUNNEWS.com – Dua mantan pejabat senior Israel pesimis dengan kemampuan negaranya mengalahkan Hizbullah, gerakan perlawanan Lebanon, di tengah meningkatnya konflik.
Israel “bahkan belum hampir menghancurkan Hizbullah,” kata Yaakov Amidror, mantan penasihat keamanan dan kepala penelitian di Badan Intelijen Militer Israel.
Amidror mengatakan kepada Channel 14 Israel bahwa Hizbullah memiliki 100.000 roket.
“Kalau kita menembakkan 30.000 (roket), mereka (Hizbullah) masih punya 70.000 (roket), tujuh kali lebih banyak dari Hamas,” ujarnya.
Secara terpisah, Brigadir Jenderal Zvika Haimovic, mantan Komandan Pertahanan Udara Israel, menyoroti kemampuan Hizbullah dalam menembakkan rudal dalam waktu singkat.
Ia merujuk pada serangan lebih dari 180 roket Hizbullah ke Israel pada Senin (23/9/2024).
Memikirkan hal ini, Haymovich memperkirakan Hizbullah bisa meluncurkan ratusan roket hanya dalam satu jam.
Haimovich menegaskan, hingga saat ini Hizbullah belum menembakkan roketnya dengan baik.
Ia tidak setuju dengan pernyataan militer Israel yang menyatakan 50 persen persenjataan rudal Hizbullah telah hancur.
“Kemampuan rudal Hizbullah hampir tidak terbatas,” tambahnya.
“Pada dasarnya kemampuan Hizbullah tidak terbatas,” lanjutnya.
“Apa yang Israel lihat dalam dua hari terakhir hanyalah sebagian kecil dari kemampuan sebenarnya Hizbullah.”
Sementara itu, dalam konteks terkait, media Israel melaporkan bahwa Hizbullah “mampu menyerang Tel Aviv dan melumpuhkan wilayah udara dan pembangkit listrik Israel, serta pangkalan angkatan udara,” meskipun ada operasi Israel.
“Israel pasti akan berakhir dan perang yang mengerikan akan dimulai. Kami sudah mengetahui hal ini sejak lama,” tambah laporan itu. Serangan perlawanan Irak
Selain Hizbullah, Israel juga menghadapi serangan perlawanan Irak yang mendukung Hizbullah.
Pada Minggu (22/9/2024), dalam 24 jam, perlawanan Irak melancarkan lima operasi melawan Israel sebagai respons atas serangan ke Lebanon.
Operasi kelima mereka, yang terbaru pada hari Minggu, menargetkan Lembah Jordan dengan menggunakan drone al-Arfad.
Dalam sebuah pernyataan, kelompok perlawanan Irak mengklaim bahwa operasi tersebut dilakukan “untuk melanjutkan perlawanan kami terhadap pendudukan (Israel), untuk mendukung Palestina dan untuk menanggapi genosida Israel terhadap warga sipil, termasuk anak-anak, wanita dan orang tua.”
Kelompok ini juga menekankan bahwa “mereka akan terus menyerang benteng musuh dengan intensitas yang semakin meningkat.”
Sumber Al Mayadeen membenarkan bahwa perlawanan Irak meluncurkan sejumlah drone yang menargetkan lokasi di Lembah Jordan.
Terkait operasi tersebut, media Israel menyebut serangan yang dilakukan kelompok perlawanan Irak merupakan serangan terbesar terhadap Israel sejak tahun 1991.
Menurut media, lebih dari 15 drone baru telah dikerahkan oleh pasukan perlawanan Irak.
Drone Irak membunyikan sirene di Lembah Jordan dan kota Bisan di Dataran Tinggi Golan.
Diketahui bahwa objek-objek penting menjadi sasaran dalam operasi pertama yang dilancarkan oleh perlawanan Irak.
Pada serangan kedua, rudal Al-Arqab, yang merupakan rudal jelajah yang sedang dikembangkan, digunakan untuk menargetkan berbagai tempat di wilayah utara Palestina yang diduduki.
Sementara itu, serangan ketiga ditujukan pada sasaran di selatan wilayah pendudukan Palestina.
Perlawanan Irak juga memposting foto drone tersebut di saluran Telegramnya dengan judul “Dan bumi menjatuhkan muatannya.”
Artikel tersebut mengutip bab “Gempa Bumi” dalam Al-Qur’an.
Pekan lalu, perlawanan Irak melakukan empat operasi melawan Israel. Tiga dari serangan tersebut menggunakan drone untuk menargetkan lokasi resmi di Haifa.
Operasi keempat menargetkan wilayah pendudukan di Lembah Yordan.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)