TRIBUNNEWS.
Tindakan brutalnya menimbulkan trauma mental dan fisik bagi korbannya.
Anak kecil diketahui menjadi korban MI.
Kapolsek Metro Dipok Kombes Arya Perdana mengatakan, korban pertama adalah seorang bocah berusia dua tahun berinisial MK.
MK dikatakan sudah baik-baik saja saat ini, namun masih gugup dan takut saat berhadapan dengan MI.
“Korban pertama MK (2 tahun) baik-baik saja sekarang tapi seram, korban takut dia tahu siapa pelakunya.” / 2024), diambil dari Wartakotalive com.
Arya mengatakan, trauma yang dialami MK akan ditindaklanjuti oleh psikolog.
Sedangkan korban kedua adalah H.W.
Diduga kaki anak tak berdosa tersebut mengalami cacat akibat penyerangan MI.
Meski demikian, polisi akan terus mendalami kondisi jenazah almarhum dengan melakukan pemeriksaan visum dan rontgen.
“Diduga kaki korban tidak stabil akibat benturan tersebut, namun polisi akan menanyakan hal tersebut kepada dokter,” jelas Arya.
Ia menambahkan: “Dokter berhak menentukan penyebab pergerakan kaki tersebut. Kemudian kami akan memberikan hasil tesnya.”
Sementara itu, kata Arya, MI mengaku tidak punya motif khusus atas perbuatan jahat tersebut.
Penyidik MI mengaku hal itu merupakan kesalahan atau kesengajaan.
“Kami menanyakan hal itu kepada seseorang dan dia bilang dia melakukan kesalahan,” kata Arya.
Sejauh ini, polisi terungkap telah menerima tiga video sebagai barang bukti dalam kasus yang melibatkan korban berbeda ini.
Jadi kalau kasus ini kita lihat dan analisa, ada tiga adegan. Tentu korbannya berbeda-beda. Penganiayaannya terjadi di taman kanak-kanak, jelas Arya.
Menurut informasi pemilik, sebuah tempat penitipan anak di MI saat ini memiliki 10 anak yang dititipkan di panti asuhan karena orang tuanya bekerja.
“Anak-anak diasuh oleh orang tua yang bekerja sehingga tidak bisa meluangkan waktu untuk mengasuh anak,” jelas Arya.
Terkait kasus ini, Arya meminta seluruh WNI untuk selalu mendukung kegiatan penuntutan agar perkara tersebut dapat berjalan lancar.
“Jadi tidak boleh ada pihak-pihak yang mencoba campur tangan atau mungkin mengusut,” ujarnya. Sertifikasi Staf Pengajar Pusat Penitipan Anak
Sebelumnya, Staf Guru, Ririn (nama samaran), membeberkan cara ekstrem orang tua menganiaya anak asuhnya.
Ririn menuturkan, MI menganiaya anak berusia sembilan bulan di tempat penitipan tersebut dengan cara menarik lengannya seperti binatang dan memukul kepalanya.
Sejujurnya, Ririnth menyebut anak yang belum genap setahun itu menginjak MI.
Ririn mengatakan kepada Kompas.com, Rabu (31/7/2024): “Yang saya lihat di CCTV dia mendorong tangannya seperti kucing. Lalu kepalanya membentur tempat tidur.”
“(Dia) umurnya sekitar 9 bulan. Baru-baru ini ada juga video yang menunjukkan bayinya diinjak-injak. Iya, itu (lihat CCTV),” imbuhnya.
Ririn mengatakan, MI beberapa kali memukul korban MK dan melemparkan pakaian ke arah mereka.
Namun, Ririn mengaku para guru setempat tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu MK karena bosnya, MI.
Ririn berkata, “Dari apa yang kami lihat, sepertinya kepalanya dipukul beberapa kali. Bahkan (pria itu) sempat melemparinya dengan pakaian, syal, dan semua guru yang ada di sana melihatnya.” . .
“Bajunya dilempar, lalu kain yang dipakainya dilempar ke anak, lalu baju yang dipakainya dilempar ke anak,” imbuhnya.
Sebagai informasi, orangtua MK melapor ke Polsek Metro Metok pada Senin (29/7/2024).
Nomor dokumen LP/B/1530/VII/2024/SPKT/POLRES METRO DEPOK/POLDA METRO JAYA.
FYI, pemilik panti asuhan yang ditangkap telah ditetapkan sebagai tersangka.
Pemilik tempat penitipan anak itu juga tak menampik jika dirinya melakukan kekerasan terhadap anak-anak yang diasuhnya.
Kasusnya sudah mencapai tingkat penyidikan dan polisi sudah memeriksa empat orang saksi.
Kapolsek Metro Metok mengatakan, “Kami sudah memeriksa 4 orang saksi, dan mendapat informasi yang cukup, berdasarkan bukti yang cukup, sehingga pada pukul 22.00 WIB, kami menangkap yang bersangkutan yang merupakan tersangka MI.” Kombes Arya Perdana, Kamis (1/8/2024), dilansir TribunnewsDepok.com.
Tersangka dijerat dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun 6 bulan dengan Pasal 80 ayat 1 juncto Pasal 80 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002. Pemilik rumah meminta gurunya pergi agar dia dapat memukul anak itu
Ririn juga mengatakan, saat MI ingin melakukan operasi, ia memerintahkan para guru untuk keluar dan mengajari para korban sebelum menganiaya mereka.
Apa yang terjadi di CCTV saat itu, ya benar, seperti yang diceritakan ibu dan anak tersebut. Ririn dikutip TribunJakarta.com mengatakan, Saat itu kami disuruh pergi mengajar.
“Karena selain pekerjaan kami, kami juga gurunya,” imbuhnya.
Tentu saja tanggung jawab seluruh guru dalam mengasuh anak harus dibagi rata.
Jadi ada guru, ada pendidik.
Diketahui, guru siang hari mulai mengajar pada pukul 08.00 WIB hingga pukul 11.00 WIB.
“Iya (saatnya mengajar). Namun guru harus berbagi. “Iya gitu (ada yang ngajar, ada yang peduli),” jelas Ririn.
Sebelum mengusut penganiayaan tersebut, Ririn mengaku mendapat keluhan MI soal MK sering menangis.
Bahkan, MI mengatakan kepada Ririn bahwa MK sedang banting badan.
“Dia bilang ke kami, ‘Tahukah Anda, anak Anda (MK) menangis sampai dipukul,’” kata Ririn. “
Namun Ririn mengaku tak langsung percaya dengan perkataan MI karena melihat MK menangis setiap kali bertemu MI.
Ririn heran kenapa MK menangis.
Hingga Ririn menemukan jawabannya melalui rekaman CCTV di tempat penitipan anak, MK seolah dianiaya dan trauma oleh MI.
“Saat anak ini melihatnya, membuka pintu, dia sudah menangis. Itu yang selalu aku cari, kenapa bayi ini menangis? “Karena tangisannya tidak ada gunanya,” kata Ririn.
“Setiap kali saya bertemu dengannya, saya selalu menangis. Makanya saat aku tahu tentang CCTV, aku berpikir, ‘Oh, ini alasannya’. “Sampai anak ini tidak mau masuk kamar,” jelasnya.
Artikel ini sebagian dimuat di Wartakotalive.com oleh Meita Iriyanti, Pemilik Tempat Penitipan Anak, Kombes Arya Perdana: Anak Usia Sembilan Bulan Dipukuli.
(Tribunnews/Rifqah) (Wartakotalive.com/Hironimus Rama) (TribunnewsBogor.com/Ramadhan L Q).