Laporan reporter Tribunnews.com Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (WPSK) resmi memberikan perlindungan kepada 15 saksi dan keluarga korban terkait meninggalnya seorang siswi SMA di Padang, Afif Maulana (13), yang diduga diserang pelaku. POLISI.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtjas mengatakan, perlindungan terhadap 15 orang tersebut dipastikan setelah pihaknya menggelar sidang Majelis Pimpinan LPSK (SMPL) pada Selasa, 23 Juli 2024.
LPSK menerima 15 permohonan perlindungan dalam kasus kematian AM dan dugaan penyiksaan di Padang. Pemohonnya adalah pemuda berstatus saksi sebanyak 13 orang dan keluarga korban sebanyak 2 orang,” kata Susilaningtjas dalam keterangannya, Senin (29/7/2024). . .
Susilaningtjas juga mengatakan, 15 orang yang dilindungi tersebut nantinya akan mendapatkan Program Pemenuhan Hak Prosedural (PHP), hak atas informasi dan rehabilitasi psikologis.
Khusus untuk layanan PHP, lanjut Susi, hal ini dilakukan dalam rangka pendampingan korban dan saksi dalam memberikan keterangan untuk dimintai keterangan mulai dari tahap penyidikan hingga persidangan.
Program PHP ini selanjutnya akan diberikan khusus kepada 13 orang yang saat ini berstatus saksi.
Posisinya masih remaja, berusia antara 14 dan 18 tahun, dan akan dikawal saat memberikan kesaksian di hadapan polisi, penuntutan, dan juga di persidangan, jelas Susilaningtjas.
Sementara keluarga kedua korban berinisial NIE dan PP akan mendapat rehabilitasi psikologis karena saat kejadian mereka ditangkap dan diduga melakukan penyiksaan.
“Pemberdayaan psikologis diberikan sebagai upaya memberikan pemberdayaan dan pemulihan psikologis kepada saksi dan korban yang sebagian besar masih di bawah umur,” tutupnya.
Awal dari kasus ini
Sebelumnya dikutip TribunPadang.com, siswi SMA berusia 13 tahun, Afif Maulana (AM), ditemukan tewas dengan luka lebam di bawah Jembatan Batang Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu sore (6/9/2024).
Berdasarkan pemeriksaan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menduga korban meninggal karena disiksa petugas polisi yang sedang berpatroli.
Berdasarkan hasil pemeriksaan LBH, kami mengetahui bahwa almarhum merupakan korban penganiayaan polisi yang diduga dilakukan oleh anggota Sabhara Polda Sumbar, kata Direktur LBH Padang Indira Suriani, Kamis, (20/06/2024). ). ).
Indira menjelaskan, berdasarkan informasi teman korban berinisial A, bahwa pada Minggu (06/09/2024) sekitar pukul 04.00 WIB, saat itu A sedang bepergian bersama A.M. mengendarai sepeda motor di Jembatan By Pass Batang Tek Kurangji.
Kemudian, di saat yang sama, para korban A.M. dan A sedang mengendarai sepeda motor dan polisi patroli menghampiri mereka.
Saat itu, polisi menendang kendaraan korban A.M yang terlempar ke pinggir jalan. Saat dipukul, korban A.M. Jaraknya sekitar dua meter dari korban A,” ujarnya.
Indira mengatakan, saat itu korban A ditangkap, ditahan dan melihat korban AM. dikepung polisi, namun keduanya dipisahkan.
“Saat ditangkap polisi, korban A melihat korban AM berdiri dikelilingi petugas yang memegang rotan. “Saat itu Korban A tidak pernah bertemu lagi dengan Korban AM,” ujarnya.
Direktur LBH Padang mengatakan, jenazah A.M. yang mengambang ditemukan pada siang hari di hari yang sama di Batang Kuranji. Kondisi AM saat itu memar.
Selanjutnya dilakukan autopsi terhadap jenazah korban dan keluarga korban mendapat fotokopi akta kematian Nomor: SK/34/VI/2024/Rumkit dari RS Bhayangkara Polda Sumbar.
“Keluarga korban diberitahu oleh polisi bahwa A.M. “Meninggal karena 6 tulang rusuk patah dan paru-paru pecah,” kata Indira.
Gara-gara kejadian tersebut, ayah kandung korban A.M. mengajukan pengaduan ke Polresta Padang dengan nomor pengaduan: LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATRA BARAT.
Selain itu, Indira menjelaskan, berdasarkan temuan LBH, masih ada tujuh korban lagi, lima di antaranya masih anak-anak.
Ia mengatakan, korban diduga dianiaya polisi dan kini menjalani perawatan mandiri.
“Pengakuannya disetrum, perutnya disulut rokok, kepala memar dan pinggangnya berlubang,” ujarnya.
Katanya, berdasarkan keterangan korban, mereka dipaksa melakukan ciuman sesama jenis.
“Selain penyiksaan, juga terjadi kekerasan seksual. Kami cukup kaget mendengar keterangan korban, tidak hanya kekerasan fisik tapi juga seksual,” ujarnya.
“Saat kami bertemu dengan korban dan keluarganya, mereka sangat ketakutan dengan situasi tersebut,” ujarnya.
LBH Padang meminta polisi mengusut tuntas kasus tersebut tanpa menutup-nutupi.
“Kami menyerukan kepada Polda Sumbar untuk mengadili seluruh anggotanya yang melakukan penganiayaan terhadap anak-anak dan orang dewasa dalam tragedi Jembatan Kuranji Kota Padang dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan KUHP untuk kasus yang melibatkan orang dewasa.” dia menyimpulkan.