12 Guru dan Kepala Sekolah Diberi Sanksi Imbas Pencucian Nilai Rapor: Penurunan Jabatan dan Dipecat

Tribun News.com, Depok- Sebanyak 12 guru dan satu kepala sekolah SMPN 19 Depok diterima di SMA Negeri karena terlibat dalam pemutihan rapor 51 siswa.

Sembilan guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), satu kepala sekolah, dan tiga guru honorer termasuk di antara peserta.

Tiga belas orang tersebut mendapat sanksi yang beragam, mulai dari hukuman disiplin ringan, sedang, dan berat. Penjatuhan sanksi tergantung pada sejauh mana keterlibatan pihak yang bersangkutan.

Sebanyak tiga guru honorer yang belum diungkapkan identitasnya akan dicopot.

Saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (5/8/2024), “tiga guru honorer (diberhentikan),” kata Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Depok (DISDIC) Sutarno.

Pemecatan ketiga guru tersebut langsung ditindaklanjuti oleh Dinas Pendidikan Kota Depok karena dianggap melanggar kontrak kerja.

“Yang melakukan pemecatan (guru honorer) adalah Dinas Pendidikan, dalam hal ini Pemkot Depok,” kata Sutarno, karena Kota Depok melanggar kontrak kerja dengan Dinas Pendidikan.

Selain ketiganya, sembilan guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) mendapat sanksi berat berupa penurunan pangkat selama satu tahun dari statusnya saat ini di PNS.

“Sembilan PNS mendapat rekomendasi tindakan disiplin PNS kategori berat,” kata Sutarno.

Sutarno mengungkapkan, pengecualian tersebut disesuaikan dengan PP Nomor 94 Tahun 2021 yang mengkaji ketentuan hukuman disiplin berat bagi PNS.

Bagi yang serius akan diturunkan jabatannya menjadi satu tingkat selama 12 bulan atau satu tahun, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 94 Tahun 2021, jelas Sutarno.

Sementara itu, Kepala SMPN 19 Depok Nendan Eveline Agustina hanya mendapat sanksi disiplin ringan yakni teguran.

Hukuman disiplin ringan juga diberikan kepada kepala sekolah. Hukuman paling kecil adalah teguran dan lebih banyak lagi bagi petugas yang tidak menjalankan tugasnya, jelas Sutarno.

Nantinya, Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) akan segera menindaklanjuti sanksi terhadap sembilan PNS dan Nendon tersebut.

Lebih lanjut, seluruh keputusan sanksi didasarkan pada rekomendasi hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal (IG) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kmendikbud).

“Jadi kami melaksanakan hasil pemeriksaan atau rekomendasi yang diberikan Irjen Kemendikbud,” jelas Sutarno. Aliran dana terdeteksi

Laporan Kejaksaan Dipok menemukan adanya aliran uang ke kantong guru nakal yang terlibat dalam pencucian kartu.

Arif Ubaidilla, Kepala Bagian Intelijen Kejaksaan Depok menjelaskan, pihaknya telah memeriksa sembilan saksi dalam kasus tersebut.

Selain itu, Kejaksaan Depok juga telah mengumpulkan 50 tersangka rapor palsu untuk mendalami apakah ada tindak pidana terkait korupsi.

“Iya, kami pastikan yang menulis rapor palsu, yakni guru, punya arus kas,” kata Ubaidilla, Senin (5/8/2024).

Namun kami belum bisa membeberkan detail pastinya, akan kami informasikan setelah proses penyelidikan, lanjutnya.

Ubaidilla mengatakan, Kepala Kejaksaan Depok telah membentuk tim khusus beranggotakan 10 orang jaksa untuk mengusut kasus tersebut. Nilai siswa sebesar 20 persen

Pencucian nilai merupakan praktik peningkatan nilai siswa sebesar 20 persen dari nilai awalnya. 

Jadi Kemendikbud mulai (datanya), kalau tidak salah nilainya naik rata-rata 20 persen, dari e-laporan naik sekitar 20 persen, kata Pelaksana Harian Kepala Dinas Pendidikan Jabar. . Dinas (Kadisdik) Mochamad Ade Afriandini Kompas.com, Selasa (16/7/2024) saat dihubungi.

Ade menyayangkan kejadian di kawasan Kota Depok. Apalagi sebenarnya nilai siswanya masih sangat baik dan tergolong Lulus Masuk Peserta Didik Baru (PPDB).

“Kalaupun tidak perlu cuci rapor (menangani nilai) berarti nyata. Tentu (sekolah negeri) punya peluang untuk diakui, dan begitulah adanya,” kata Ade.

“Tapi kalau kelihatannya akan seperti itu, ya namanya naik (peningkatan nilainya) jadi mau lebih percaya diri (menerimanya),” imbuhnya.

Berdasarkan keterangan Ade, pihaknya mengetahui adanya penipuan tersebut saat rapat dengan Inspektorat Jenderal (Irjen) Kemendikbud, Jumat (12/7/2024).

Hal ini memaksa Dinas Pendidikan Jabar menahan 51 siswanya untuk mengikuti kegiatan Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di sekolah tersebut.

Faktanya, Sabtu dan Minggu diundur dan (siswa) tidak diundang ke pra MPLS, kata Ade.

Namun menunggu hal tersebut, Dinas Pendidikan Jabar bersama SMA Negeri terkait memutuskan mengirimkan surat pembatalan kepada masing-masing siswa pada Senin (15/7/2024), hari pertama masuk sekolah.

“Nah, bagi kami kalau tidak jelas, kalau tidak jujur, tidak mungkin kami lanjutkan (mengantar anak ke sekolah),” jelas Ade.

Selain mencari persentase nilai sempurna, Irjen Kemendikbud juga menemukan data salah satu sekolah, SMPN 19 Depok, terdapat 51 siswa yang terlibat kenakalan.

SMP meluluskan 300 siswa, namun akhirnya ditemukan 51 siswa yang ‘rapor’ (nilai yang dimanipulasi), datanya diberikan oleh Irjen Kemendikbudristek, lanjutnya.

Sementara terkait penindakan lebih lanjut, Dinas Pendidikan Jawa Barat (Jabbar) melaporkan hal tersebut kepada Pj Gubernur Jabar dan meneruskannya ke Pemkot Depok. (Tribunnews/Kompas.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *